MASJID RAYA SYAHABUDDIN, PENINGGALAN KESULTANAN SIAK YANG MEMUKAU
Tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah yang masih dimanfaatkan hingga sekarang, Masjid Raya Syahabuddin juga merupakan situs cagar budaya, karena bangunan yang didirikan pada tahun 1926 dan selesai tahun 1935 ini memiliki nilai histories yang tinggi.
Masjid yang umurnya hampir satu abad ini merupakan saksi bisu dari perjuangan Sultan Siak tatkala harus mempertahankan nilai-nilai Islam dan budaya Melayu di tengah tekanan pihak Belanda yang menguasai wilayah Riau pada saat itu.
Masjid Raya Syahabuddin didirikan oleh Sultan Siak ke-12 yaitu Sultan Al Said Al Kasyim Abdul Jalil Saifuddin. Nama Syahabuddin merupakan penggabungan dari dua kata yaitu kata ‘syah’ yang dalam Bahasa Persia artinya ‘penguasa’ dan kata ‘al-din’ yang dalam Bahasa Arab artinya agama. Sehingga nama masjid ini memiliki arti ‘penguasa agama’. Hal tersebut melambangkan bahwa kedudukan Sultan Siak tidak hanya sebagai penguasa negara, tapi juga penguasa agama.
Pada masa kejayaannya, Kesultanan Siak memang dikenal sebagai pusat pendidikan agama Islam terbesar di Asia Tenggara. Ketika itu, tidak hanya masyarakat yang tinggal di kepulauan Nusantara saja yang belajar tentang KeIslaman di Kesultanan Siak, tapi juga para pendatang dari Malaysia, Thailand dan Filipina. Salah satu dari tempat yang digunakan untuk menyampaikan kajian keislaman pada saat itu adalah Masjid Syahabuddin.
Seiring dengan perjalanan waktu, Masjid Raya Syahabuddin telah direnovasi beberapa kali. Namun demikian, bentuk aslinya masih tetap terjaga sehingga identitas budaya yang melekat pada masjid tersebut masih terpelihara dengan baik.
Desain Arsitektur Masjid Raya Syahabuddin
Selain faktor sejarah yang mengiringi, daya tarik yang menjadi magnet bagi para wisatawan untuk berkunjung ke sini adalah desain arsitektur Masjid Raya Syahabuddin yang unik, menarik sekaligus artistik.
Gaya arsitektur yang digunakan merupakan perpaduan antara gaya Melayu dengan gaya Islam Mughal India dan gaya Turki. Tiang beton berbentuk bulat silinder digunakan sebagai penopang bangunan utama dengan formasi membentuk lingkaran karena dikelilingi oleh delapan tiang penyanggah lainnya yang membuat langit-langit ruang utama berbentuk segi delapan.
Sementara pintu dan jendela bentuknya melengkung menyerupai kubah. Di atas lengkungan pintu dan jendela bagian dalam, dihiasi dengan petikan ayat-ayat Al-Qur’an. Masjid yang memiliki bangunan seluas 399,6 meter2 ini atapnya tertutup oleh sirap dengan bagian puncak membentuk kuncup teratai.
Di dalam bangunan utama terdapat mihrab berukuran 104 x 210 cm2 setinggi 2,4 meter serta mimbar yang terbuat dari kayu dengan motif bunga, daun dan sulur yang usianya setua dengan masjid ini. Interior masjid terlihat begitu indah karena dipenuhi dengan ornamen berwarna emas dan hijau ditambah sebuah lampu gantung kristal yang menempel pada langit-langit ruangan yang tinggi.
Wisatawan yang berkunjung ke Masjid Raya Syahabuddin biasanya akan menyempatkan diri untuk berziarah ke Makam Sultan Syarif Kasim II, karena letak komplek makam tersebut memang berada di area masjid atau persis di samping masjid.
Disebut komplek makam, karena makam Sultan bersama permaisurinya berada di dalam bangunan yang menyerupai mausoleum berkubah biru. Sementara disekelilingnya terdapat beberapa makam yang merupakan keluarga dan kerabat Sultan.
Makam Sultan dan permaisurinya tersebut awalnya cukup sederhana, sebelum akhirnya dilakukan renovasi pada tahun 2002 sehingga bentuknya sebagaimana yang ada sekarang. Jika pengunjung masuk kedalam bangunan makam, akan dijumpai Makam Sultan Syarif Kasim II yang tertutup kain kuning. Kain tersebut tergantung di langit-langit ruangan menutupi sebagian besar makam dengan hanya menyisakan 10 – 15 cm dari dasar.
Berziarah ke Makam Sultan Syarif Kasim II, akan membawa kita pada masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang pada masa jayanya memiliki wilayah yang sangat luas hingga meliputi 12 daerah termasuk Sambas yang ada di Kalimantan Barat.
Diantara sultan-sultan Siak yang pernah memerintah Kesultanan Siak Sri Indrapura, yang paling terkenal adalah Sultan Syarif Kasim II, karena Sultan ini memberikan jasa yang besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Itu sebabnya pemerintah menyematkan gelar Pahlawan Nasional.
Berkunjung ke Masjid Raya Syahabuddin memang tidak hanya berwisata religi tapi juga berwisata sejarah karena juga mengunjungi makam dari salah satu tokoh besar yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.(*/Tian)