(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({ google_ad_client: "ca-pub-4827125999327211", enable_page_level_ads: true });
Dalam sejarah Islam tercatat Atikah binti Zaid merupakan wanita agung yang ikut berbai’at dan hijrah. Parasnya menawan serta berakhlak mulia, namun siapa yang menyangka setiap yang menikahinya meninggal?
Abdullah ibn Abu Bakar ash-Shiddiq r.a terpesona dengan dengan kecantikan Atikah hingga tak mampu menjauh darinya. Wanita yang memiliki perasaan lembut dan halus tiada tara itu pun dinikahinya.
Abdullah yang sudah resmi jadi suami Atikah begitu melekat ke istrinya sehingga lupa waktu salat, lupa perang, dan lain-lain. Oleh karena itu ayahnya memerintahkan Abdullah agar menceraikan wanita cantik tersebut.
Setelah bercerai, Abdullah sangat merana, merasa kehilangan sehingga ayahnya tak tega dan menyuruh putranya untuk rujuk kembali. Mendengar hal ini pun Abdullah sangat bahagia.
Setelah Abdullah-Atikah rujuk, terjadilah Perang Thaif. Abdullah yang berperang bersama Rasulullah terkena panah hingga ia gugur sebagai syuhada.
Setelah kepergian suaminya, Atikah menikah lagi dengan Umar ibn Khatab. Suatu malam Umar terbunuh dalam kegelapan dengan tusukan sebilah pisau beracun. Tragedi kelabu kembali menyelimuti kehidupan Atikah. Ia pun melantunkan suatu syair.
Wahai mata tumpahkanlah air mata dan ratapan
Jangan tunda, atas sang imam yang mulia
Katakan kepada mereka yang sengsara: ‘Matilah!’
Maut memberinya minum dengan gelas kematian
Tak lama kemudian, datang Zubair ibn Awwam untuk melamarnya dan Atikah pun bangkit dari kesedihan. Mereka menjalin kehidupan yang penuh kebahagiaan, ketaatan, dan ketakwaan. Seiring berjalannya waktu, takdir berkata lain karena sang suami gugur dalam pertempuran Wadi as-Siba yang terletak di antara Makkah dan Basrah.
Begitu masa iddahnya berakhir, Atikah kembali dilamar oleh Amirul Mukminin Ali ibn Abi Thalib. Atikah pun menolak pernikahan ini karena takut akan kematian yang selalu menimpa setiap orang yang menikahi dirinya.
“Wahai Amirul Mukminin, engkau adalah satu-satunya orang yang masih tersisa dan junjungan kaum muslimin. Aku mengkhawatirkan dirimu dari kematian,” papar Atikah. Akhirnya, Amirul Mukminin Ali ibn Abi Thalib pun meninggalkannya.
Atikah sangat merasakan pedihnya kabar yang tersebar luas tentang dirinya itu. Hal tersebut kembali terbukti ketika dia dinikahi oleh Husain ibn Ali lalu pergi bersama ke bumi Karbala. Di sana, Atikah menyaksikan langsung bagaimana Husain ibn Ali dibunuh, gugur sebagai syuhada.
Setelah peristiwa itu, banyak sahabat terhormat kembali datang melamar Atikah. Namun, sesudah terbunuhnya Husain, Atikah memutuskan untuk tidak menikah lagi. Dia memusatkan diri untuk beribadah dan taat melaksanakan ajaran-ajaran agama yang diperoleh dari madrasah yang mulia.
Hal demikian dilaluinya hingga jiwanya yang suci pergi menghadap sang pencipta dengan ridha dan diridhai.
Demikian kisah ini dikutip dari buku 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam halaman 297-302, karya Dr. Bassam Muhammad Hamami, Selasa (3/3/2020).(*/Fir)
CIBINONG - Kini aplikasi kepelangganan milik Perumda Air Minum Tirta Kahuripan memiliki fitur yang lebih…
CIBINONG - Perumda Pasar Tohaga Kabupaten Bogor resmi memulai tahap pembangunan Pasar Rakyat Leuwiliang, yang…
CIBINONG - Organisasi besar wartawan akan melaksanakan Pelaksanaan Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian (OKK) PWI yang…
BOGOR - Kepala Pasar Ciluar, Isni Jayanti menyampaikan komitmen Perumda Pasar Tohaga dalam menangani permasalahan…
CIBINONG – Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PERUMDA) Air Minum Tirta…
CIBINONG - Tercatat mulai 1 Mei 2025, PKL Malam Radius Pasar Ciluar menempati pelataran parkir…