AIR SUCI DAN ULAR PENJAGA TANAH LOT BALI
Bali merupakan surga wisata dunia, daerah yang dikenal Pulau Seribu Pura ini sanggup memikat jutaan wisatawan lokal dan mancanegara lantaran pesona alamnya.
Atas dasar itu pula, Travel the world with CNN menempatkan Bali sebagai salah satu tempat terbaik dunia untuk berlibur setara dengan Paris, Prancis, dan Wina, Austria.
Tak terhitung banyaknya pesohor dunia yang telah menikmati liburan ke pulau ini. Belum lagi sejumlah film Hollywood yang sengaja mengambil Bali sebagai salah satu tempat syuting dalam film-film tersebut. Salah satunya Eat, Pray, Love, film yang dibintangi Julia Roberts dan Javier Bardem.
Bali memang menawarkan sejumlah tempat wisata, salah satunya objek wisata Tanah Lot di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, sekitar 13 km Barat Tabanan.
Disebelah Utara Pura Tanah Lot terdapat sebuah pura yang terletak di atas tebing menjorok ke laut. Tebing ini menghubungkan pura dengan daratan dan berbentuk seperti jembatan (melengkung).
Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam (sunset), turis-turis biasanya ramai pada sore hari untuk melihat keindahan sunset di sini.
Bagi pembaca, mungkin banyak yang telah berkunjung ke Pure Tanah Lot, tapi tidak banyak yang tahu sejarah pure ini.
Ada cerita rakyat Desa Beraban tentang Pure Tanah Lot. Konon dahulu, pada masa Kerajaan Majapahit, ada seorang bhagawan yang bernama Danghyang Dwijendra, atau dikenal juga dengan sebutan Danghyang Nirarta, tokoh penyebaran ajaran Hindu dengan nama Dharma Yatra.
Di Lombok, Danghyang Dwijendra dikenal dengan nama Tuan Semeru atau guru dari Semeru (sebuah nama Gunung di Jawa Timur).
Danghyang kemudian menyebarkan ajaran agama Hindu sampai ke Bali.Saat tiba di Bali, dia disambut hangat Raja Dalem Waturenggong yang menjadi Raja Bali saat itu. Danghyang kemudian menyebarkan ajaran Hindu sampai ke pelosok-pelosok Pulau Bali.
Suatu ketika, pada saat Danghyang berjalan, tiba-tiba dia melihat sebuah sinar dari arah Tenggara. Karena penasaran, Danghyang pun mencari sumber cahaya itu. Setelah lama berjalan Danghyang akhirnya menemukan jika cahanya yang dilihatnya dari sebuah sumber mata air, (belakan dianggap sebagai air suci di Tanah Lot).
Tidak jauh dari tempat itu, Danghyang juga menemukan sebuah tempat yang sangat indah yang disebut Gili Beo (Gili artinya Batu Karang, dan Beo artinya Burung), jadi tempat itu adalah sebuah Batu Karang yang berbentuk burung.
Di tempat inilah Danghyang melakukan meditasi dan pemujaan terhadap Dewa Penguasa Laut. Lokasi tempat Batu Karang ini termasuk dalam daerah Desa Beraban, dimana di desa tersebut dikepalai seorang pemimpin suci yang disebut Bendesa Beraban Sakti.
Sebelumnya, masyarakat Desa Beraban menganut ajaran monotheisme (percaya dan bersandar hanya pada satu orang pemimpin).
Tapi dalam waktu singkat banyak masyarakat Desa Beraban mengikuti ajaran Danghyang Nirarta. Mendangar banyak pengikutnya yang menganut ajaran Danghyang, Bendesa Beraban Sakti sangat marah. Dia lalu mengajak pengikutnya yang masih setia untuk mengusir Bhagawan suci itu.
Tapi dengan kekuatan spiritual yang dimiliki Dhanghyang Nirarta, Bendesa Braben tak mampu melakukan apa-apa. Untuk melindungi dirinya dari serangan Bendesa Baraban, Dhanghyang memindahkan batu karang besar tempat dia bermeditasi (Gili Beo) ke tengah lautan.
Tidak hanya itu, guna menghambat pergerakan Beraban Sakit dan pengikutnya yang terus mengejar dirinya, Dhanghyang pun akhirnya berfikir untuk mencari bala tentara penjaga.
Dengan kesaktiannya, dia merubah selendangnya menjadi ratusan ular berbisa yang terus berada di sekitar batu karang sebagai pelindung dan penjaga tempat tersebut. Kemudian Dhanghyang memberi nama tempat tersebut sebagai Tanah Lot yang berarti Tanah di tengah Laut.
Akhirnya Beraban Sakti mengakui kekuatan spiritual Dhanghyang Nirarta hingga dia menjadi pengikut setia dan ikut menyebarkan ajaran Agama Hindu kepada penduduk setempat.
Setelah melihat penduduk sekitar telah memeluk Agama Hindu Dhanghyang pun akhirnya memutuskan melanjutkan perjalanan menyebarkan ajarannya.
Sebagai tanda terima kasih Dhanghyang memberikan sebuah keris kepada Beraban Sakti yang dikenal dengan nama Keris Jaramenara atau Keris Ki Baru Gajah.
Saat ini, keris tersebut disimpan di Puri Kediri yang sangat dikeramatkan dan di upacarai setiap hari raya Kuningan. Upacara tersebut diadakan di Pura Tanah Lot setiap 210 hari sekali, yakni pada Buda Wage Lengkir sesuai dengan penanggalan Kalender Bali.
Saat ini para wisatawan yang ke Tanah Lot masih dapat menikmati air suci dan ular yang diyakini dari selendang Dhanghyang. Air suci berada di dalam goa di atas Pure Tanah Lot air suci itu konon berasal dari tengah laut.
Di dalam goa ini terdapat sebuah patung dengan tinggi lebih kurang setengah meter berwujud Ida Pedanda Danghyang Dwijendra.
Di dalam goa setiap pengunjung bisa meminum air suci tersebut atau sekadar membasuh tangan dan wajah yang konon banyak manfaatnya.
Salah satunya diyakini bahwa air suci ini bisa menyembuhkan beberapa penyakit yang tengah diderita. Atau bahkan bagi mereka yang ingin punya anak, dengan meminum air suci di goa ini dipercaya bisa diberikan anak. Sehingga karena itu pula disebut dengan air kesuburan.
Sedangkan ular dari selandang Danghyang kini berada dalam goa yang disebut Goa Ular Suci, berada persis di depan Goa Air Suci Tanah Lot. Tidak lagi banyak jumlahnya seperti legenda dahulu.
Saat ini hanya terdapat beberapa ular. Ular-ular suci yang berada di dalam gua ini berwarna Poleng (hitam-putih), yang memiliki panjang rata-rata 1,5 meter.
Secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun tiga kali lebih kuat dari ular cobra.(*/Fir)