DIJAGA DENGAN BAIK, ANJURAN MENGATUR KEHAMILAN DALAM ISLAM
Islam kerap menyinggung betapa beratnya kehamilan bagi perempuan. Untuk itu, mengatur kehamilan menjadi poin yang ditekankan dalam Islam.
Karena begitu penting dan krusialnya, Islam pun memberikan perhatian lebih terhadap aspek relasi anak dengan orang tua. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Luqman ayat 14,
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
wa waṣṣainal-insāna biwālidaīh, ḥamalat-hu ummuhụ wahnan ‘alā wahniw wa fiṣāluhụ fī ‘āmaini anisykur lī wa liwālidaīk, ilayyal-maṣīr
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Prof Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menjelaskan, dengan hadirnya ayat tersebut maka secara tegas Islam menekankan betapa beratnya kehamilan bagi wanita dengan segala akibatnya. Maka untuk menjaga kesehatan ibu, Islam pun memberi petunjuk untuk memelihara kesehatan reproduksinya.
Prof Huzaemah menjelaskan, agar kesehatan reproduksi terjaga maka hendaknya dilakukan dengan mengambil jarak yang jauh. Yakni menjarangkan kehamilan atau kelahiran untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan. Seperti meninggal dunia ketika melahirkan karena lemah fisik, hingga badan tidak sehat.
Petunjuk Islam tersebut setidaknya terangkum dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 233. Yang artinya, “Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh. Bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.
Seorang ibu tidak menderita karena anaknya dan tidak pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan perwusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa bagi keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.”
Dalam Surah Al-Ahqaf penggalan ayat 15, Allah berfirman yang artinya, “Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai 40 tahun dia berdoa.”
Prof Huzaemah menerangkan bahwa kedua ayat tersebut dapat dipetik intisari dan pelajaran yang patut diaplikasikan umat Islam. Yakni apabila sang ibu pada kehamilan berikutnya 9 bulan lebih, atau kira-kira 10 bulan dan masa penyusuannya dua tahun penuh, berarti jarak kelahiran bisa terjadi sekitar tiga tahunan.
Islam, kata Prof Huzaemah, memberikan petunjuk agar menjarangkan kehamilan/kelahiran. Namun demikian Islam tidak membolehkan untuk membatasi keturunan, kecuali karena darurat. Misalnya apabila ibu dalam kondisi menderita penyakit menahun yang sulit disembuhkan.
Dengan demikian beliau mengimbau agar para ibu hendaknya menjaga kesehatan reproduksi. Hal itu agar para ibu tetap terpelihara kesehatannya dan kesehatan anaknya sebagai calon generasi muda harapan bangsa.(*/Tya)