HASIL SURVEI: PEMILU 2024 BIKIN MASYARAKAT ALAMI KECEMASAN DAN DEPRESI
JAKARTA – Pemilu 2024 ternyata memengaruhi kesehatan mental masyarakat. Survei menemukan proses Pemilu memicu kecemasan dan depresi.
Dinamika proses Pemilu 2024 di Indonesia begitu dinamis. Survei dari Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa menunjukkan dinamika Pemilu 2024 berhubungan dengan kondisi kesehatan jiwa masyarakat.
“Ternyata prevalensi kecemasan pasca Pemilu 2024 sebanyak 16 persen, sedangkan depresi 17 persen. Ini yang [tingkat] sedang dan berat,” kata peneliti utama dan inisiator Kaukus Ray Wagiu Basrowi dalam pemaparan survei di restoran Beautika Panglima Polim, Jakarta Selatan, Rabu (28/2).
Survei melibatkan 1.077 responden yang berasal dari 29 provinsi dan luar negeri. Rata-rata responden berusia di bawah 40 tahun (71 persen).
Ray menyebut survei ini cukup menarik sebab sebanyak 55 responden adalah calon legislatif (caleg). Kemudian sebanyak 80 responden memiliki keluarga inti yang maju sebagai caleg.
“Kami ingin melihat apa [Pemilu] benar-benar berdampak sehingga survei dilepas secara online setelah TPS tutup jam 13.00,” katanya.
Secara umum, tingkat partisipasi responden dalam Pemilu sangat tinggi. Sebanyak 39 persen mengaku aktif berkampanye luring, 46 persen aktif kampanye daring, dan 62 persen aktif mengikuti debat capres-cawapres.
Tak hanya itu, responden sebagian mengaku aktif mengakses materi kampanye via media massa (52 persen) atau media sosial (54 persen).
“Sebagian besar menyatakan proses Pemilu positif. Tidak ada pesan kampanye yang terlalu mengganggu. Namun saat ditanya ada konflik dalam diri enggak? 12 persen mengalami konflik dalam diri selama proses sampai pencoblosan,” kata Ray.
Selain itu, 11 persen mengaku memiliki konflik eksternal, dan 2 persen mengaku tidak nyaman akibat ada tekanan dan paksaan. Bila dilihat lagi, persepsi konflik dalam Pemilu menurut responden antara lain, konflik dalam diri, perbedaan pilihan politik dengan orang lain terutama keluarga.
Dari bentuk-bentuk konflik ini, rupanya memengaruhi kondisi kesehatan mental responden. Survei menemukan prevalensi kecemasan sedang-berat sebanyak 16 persen, sedangkan depresi sedang-berat 17,1 persen.
Bagaimana dengan calegnya?
Dari survei, sebanyak 55 responden adalah caleg. Dari 55 responden caleg, sebanyak 13 persen mengalami kecemasan dan 11 persen mengalami depresi.
Prevalensi lebih tinggi
Prevalensi kecemasan setelah Pemilu 2024 terbukti lebih tinggi ketimbang sebelum Pemilu 2024. Ray membandingkan temuan survei dengan data Riskesdas 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022.
Data menunjukkan angka kecemasan sebanyak 9,8 persen dan depresi sebanyak 6 persen.
“Setelah Pemilu, penelitian kami membuktikan kecemasan jadi 16 persen, depresi jadi 17 persen,” ujarnya.
Kendati demikian, Ray enggan menyebut bahwa Pemilu 2024 bikin angka kecemasan dan depresi naik. Namun ia berkata Pemilu 2024 punya hubungan signifikan dengan kecemasan dan depresi.
Sebanyak 3 dari 10 responden yang selama proses Pemilu mengalami konflik diri, konflik dengan pihak lain, dan mendapat tekanan, secara signifikan mengalami kecemasan sedang-berat.
“Mungkin kemarin dia enggak cemas. Tapi begitu ikut proses Pemilu, risiko kecemasan jadi 3 kali lipat,” kata Ray.
Bagaimana dengan depresi? Ternyata sama.
“Seseorang yang ikut proses Pemilu 3,3 kali lebih besar mengalami depresi,”ujarnya.(*Riz)