KI AGENG GIRING III, PEMILIK WAHYU MATARAM ISLAM DI JAWA
Berdirinya Kerajaan Mataram Islam tidak bisa lepas dari dua tokoh legendaris, yakni Ki Ageng Giring III dan Ki Ageng Pemanahan.
Dua tokoh inilah yang menerima wahyu keraton saat bertapa di Gunungkidul. Ki Ageng Pemanahan bertapa di Kembang Lamoir, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang.
Sedangkan Ki Ageng Giring III yang juga masih sahabat Ki Ageng Pemanahan bertapa di Alas atau Hutan Paliyan.
Ki Ageng Giring III yang makamnya berada di Desa Sodo, Kecamatan Paliyan menjadi salah satu sosok yang dikenal oleh masyarakat Yogyakarta hingga saat ini. Bahkan makamnya selalu ramai peziarah yang datang untuk berdoa memanjatkan puji kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Juru kunci Makam Ki Ageng Giring III, Mas Bekel Anom Surakso Fajarudin menjelaskan, hingga kini belum jelas kapan meninggalnya Ki Ageng Giring III.
Hal ini lantaran hingga sekarang kisah hidupnya berupa sebuah cerita tutur yang turun temurun disampaikan dari generasi ke generasi.
“Namun Ki Ageng Giring III dalam sejarah adalah tokoh yang mendapatkan wahyu degan (kelapa muda) gagak emprit sebagai cikal bakal Mataram Islam,” tuturnya kepada SINDOnews beberapa waktu lalu.
Wahyu degan gagak emprit inilah yang kemudian justru diminum Ki Ageng Pemanahan yang juga sama-sama mendapatkan wahyu saat bertapa di Kembang Lampir.
Dengan rasa kecewa dan memendam rasa marah, Ki Ageng Giring III terpaksa merelakan air kelapa muda diminum saudara seperguruannya. Degan gagak emprit itu diminum di rumahnya.
“Keduanya merupakan murid Sunan Kalijaga. Dan akhirnya Ki Ageng Pemanahan yang mulai membangun Kerajaan Mataram dengan membuka hutan yaitu Alas Mentaok atau sekarang dikenal dengan Kotagede,” lanjutnya.
Upaya negosiasi antara Ki Ageng Giring III dan Ki Ageng Pemanahan pun dilakukan begitu air kelapa muda tersebut habis diminum.
Akhirnya keduanya menyepakati bahwa setelah keturunan raja ketujuh, maka yang berkuasa adalah keturunan dari Ki Ageng Giring III.
Hingga kini belum jelas kapan Ki Ageng Giring III meninggal. Ditemukannya makam Ki Ageng Giring III juga berawal dari cerita masyarakat yang suka berziarah ke Makam Kyai Tembayat di Klaten.
Dari situlah kemudian ada wahyu sebuah batu putih di Alas Paliyan. Setelah dilakukan upaya babat alas atau membuka hutan untuk membuat jalan, akhirnya ditemukan makam Ki Ageng Giring III ini.
Setiap malam Jumat Kliwon tempat ini ramai dikunjungi peziarah. Bahkan kerabat Keraton Yogyakarta juga sering berziarah di makam penerima wangsit Kerajaan Mataram Islam yang kemudian pecah menjadi Kasultanan Yogyakarta (Keraton Yogyakarta) dan Kasunanan Surakarta (Keraton Solo) ini.
“Malam Jumat Kliwon banyak peziarah karena konon makam ditemukan tepat pada hari Jumat Kliwon,” pungkasnya.(*/Dan)