KISAH RATU SHIMA DAN MASUKNYA ISLAM DI TANAH JAWA
Nama Ratu Shima cukup dikenal karena ketegasan dan keadilannya dalam memerintah Kerajaan Kalingga di Abad ke 7 masehi. Ratu Shima merupakan penguasa Kerajaan Kalingga terletak di pantai utara Jawa Tengah, sekitar Jepara sekarang.
Berdasarkan literatur Ratu Shima lahir tahun 611 M di sekitar Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dia merupakan isteri Raja Kartikeyasinga yang menjadi Raja Kalingga (648 – 674) M.
Ketika suaminya, Raja Kartikeyasinga meninggal, Sang Ratu naik tahta Kerajaan Kalingga dengan gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Dari Perkawinan Kartikeyasingha dengan Shima melahirkan dua orang anak, yaitu Parwati dan Jay Sima.
Berdasarkan dokumentasi surat menyurat milik Kekhalifahan Bani Umayyah yang disimpan di Museum Granada, Spanyol. Diketahui jika Khalifah Utsman bin Affan ketika itu sempat mengutus armada lautnya yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan untuk melakukan ekspedisi mengenalkan Islam ke daratan China termasuk ke Nusantara (Kepulauan Indonesia tempo dulu).
Lalu armada laut yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan ini sempat singgah di Pantai Utara Jawa yang ketika itu berada dalam wilayah Kerajaan Kalingga.
Muawiyah bin Abu Sufyan yang dikemudian hari menjadi Khalifah Islam (pendiri Bani Umayyah) ini sebelumnya mendengar kabar ada Kerajaan Hindu di seberang lautan yang diperintah oleh seorang raja wanita yang bijaksana. Namun walau bercorak Hindu, Agama Budha juga berkembang secara harmonis di tanah Kalingga pada saat dipimpin ratu Shima.
Pamor Ratu Shima dalam memimpin kerajaannya sangat luar biasa, amat dicintai rakyat jelata hingga lingkaran para elit kekuasaan. Bahkan konon tak ada satu warga anggota kerajaan pun yang berani berhadapan muka dengannya, apalagi menantang. Hal itu disebabkan oleh kharisma dari sang ratu sendiri yang luarbiasa, sehingga siapapun amat segan kepadanya.
Sang Ratu juga telah menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur.
Kabar mengenai kebijakan dan kejujuran Ratu Shima ini diperoleh dari para pedagang Arab yang telah sampai ke Kerajaan Kalingga.
Konon dari para pedagang Arab inilah Ratu Shima juga mendengar ajaran tauhid yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Hal ini dimungkinkan karena Kerajaan Kalingga memiliki hubungan perdagangan dengan Bangsa Arab dan Gujarat lewat pesisir Pantai Utara Jawa.
Bahkan konon hasil kunjungan damai dan persahabatan dari rombongan armada laut yang dipimpin Muawiyah bin Abu Sufyan ini adalah, Pangeran Jay Sima, putra Ratu Shima, masuk memeluk agama Islam. (Sumber : Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang; Karangan H Zainal Abidin Ahmad, Bulan Bintang, 1979).
Salah satu cerita yang populer mengenai kebijaksanaan Ratu Shima dan banyak diketahui masyarakat hingga kini adalah ketika ada seorang raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan dekat alun-alun ibu kota Kerajaan Kalingga.
Raja asing tersebut melakukan hal itu karena dia mendengar kabar tentang kejujuran dari rakyat Kalingga dan berniat menguji kebenaran kabar itu.
Tidak seorangpun berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu selama lebih dari tiga tahun, hingga pada suatu hari ada seorang putra Ratu Shima, secara sengaja menyentuh kantung itu – bukan untuk mencurinya, namun hanya sebatas menyentuh saja.
Mengetahui hal tersebut Ratu Shima lalu menjatuhkan hukuman mati untuk putranya, akan tetapi para pejabat dan menteri kerajaan memohon agar Sang Ratu mau mengurungkan niatnya itu dan mengampuni sang pangeran. Maka Ratu pun menjatuhkan hukuman memotong satu ruas jari tangan sang pangeran.(*/Dan)