MELIMPAH KEKAYAAN SITUS SEJARAH DI TANAH SUMATERA
PADANG – Tepat Juli 2019, UNESCO atau Badan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Dunia menyematkan Kawasan Tambang Batu Bara Ombilin di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, sebagai salah satu situs warisan dunia. Tambang batu bara tertua di Asia Tenggara yang hanya berjarak sekitar 70 kilometer dari Kota Padang itu merupakan kawasan tambang peninggalan masa kolonial Belanda.
Di masa itu, Sawahlunto bukanlah apa-apa. Ia hanyalah daerah terpencil yang nyaris tidak memiliki keunggulan, kecuali udaranya yang sejuk. Belanda lalu mengubahnya. Wilayah “polos” itu dipoles menjadi kota industri yang menghasilkan banyak keuntungan bagi Pemerintah Hindia Belanda. Hingga saat ini, beberapa benda peninggalan asli pun dapat dijumpai di kompleks tambang yang kini dikelola PT Bukit Asam Tbk.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat, Nurmatias, mengatakan upaya konservasi terus dilakukan demi menjaga kelestarian situs tersebut, meski pengelolaan tambang tetap berjalan. Bahkan, perusahaan pun terlibat menata museum dan area bekas tambang menjadi lokasi pendidikan serta wisata. “Sembari mendapat ilmu pengetahuan, masyarakat juga bisa sekalian berekreasi di sini,” tutur Nurmatias kepada SINDO Weekly, Kamis pekan lalu.
Selain Sawahlunto, konservasi cagar budaya di wilayah lain di Sumatera juga dilakukan. Perkampungan Tradisional Nagari Sijunjung, misalnya. Kawasan ini meliputi dua jorong, yaitu Jorong Koto Padang Ranah dan Jorong Tanah Bato dengan luas sekitar 157,1 hektare.
Di area ini terdapat 77 rumah gadang yang tersusun secara linier di pinggir jalan dan masih didiami beberapa suku, seperti Suku Caniago, Melayu, Panai, Tobo, Piliang, dan Melayu Tak Timbago. Karena keunikannya, permukiman tradisional ini pernah masuk dalam daftar tentatif warisan dunia UNESCO pada 2015.
Di Sumatera Barat, terdapat beberapa cagar budaya lain, di antaranya Istana Bung Hatta, Tugu Jong Soematera, Rumah Rasuna Said, dan Prasasti Adityawarman. Sementara di Riau, terdapat Masjid Raya Pekanbaru dan KCB Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun di Kepulauan Riau, terdapat KCB Pulau Penyengat.
Nurmatias menerangkan, pemeliharaan cagar lebih difokuskan pada pembersihan dan pengawetan untuk mencegah dari kerusakan dan pelapukan sehingga tidak terjadi degradasi lebih parah. Di sisi lain, BPCB juga melibatkan masyarakat lokal yang tinggal di lingkungan cagar budaya. “Karena mereka menjadi bagian hidup dari cagar itu,” ujar dia.
Sejarawan sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, Gusti Asnan, meyakini banyak peninggalan bersejarah yang masih belum terkumpulkan. Dengan latar belakang kultur dan historis beragam kerajaan, potensi cagar budaya benda yang terkubur atau belum ditemukan masih sangat besar.
Kendati demikian, Asnan menilai, sejarah tidak hanya terkait benda peninggalan saja. Warisan tak bergerak, seperti kuliner, tarian, dan bahasa, juga menjadi budaya yang harus tetap dilestarikan. Menurutnya, masyarakat adat atau lokal setempat dapat menjadi kunci penting dalam menelisik jejak peninggalan sejarah dan pelestarian budaya. “Karena mereka hidup dan tinggal di sana dalam waktu relatif lama, turun-temurun. Itulah warisan budaya yang juga harus dilestarikan,” kata Asnan.
Wajar saja revitalisasi kawasan dan benda peninggalan sejarah giat dilakukan di wilayah Sumatera. Ini tak lain karena daya tariknya sebagai objek wisata cukup menjanjikan. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumatera Selatan, Aufa Syahrizal, mengungkapkan cagar budaya dan peninggalan bersejarah merupakan aset penting yang harus dilindungi.
Selain menghindari perburuan dan perdagangan ilegal, warisan itu memiliki daya tarik wisata.
Di Sumatera Selatan, wisata sejarah atau historical tourism memiliki potensi 32,58% dan menjadi tertinggi kedua setelah ekowisata (ecotourism). Potensi itu tak lepas dari banyaknya temuan benda bersejarah yang kini sudah dapat dilihat di berbagai museum daerah.
Museum Balaputra Dewa, misalnya, mempunyai koleksi benda kuno atau artefak peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya maupun Palembang Darussalam. Museum Taman Purbakala Sriwijaya dikhususkan untuk menyimpan peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Selain itu, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang berkaitan dengan Palembang Darussalam.
Aufa menambahkan, saat ini pemerintah daerah juga tengah menyelesaikan pembangunan Museum Harimau di Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Kabupaten Ogan Komering Ulu. Museum itu khusus untuk memamerkan hasil penggalian arkeologis yang ditemukan di Goa Harimau. “Kebanyakan fosil manusia purbakala atau artefak,” cetus Aufa.
Tak hanya benda, Pemprov Sumatera Selatan juga sedang berupaya melestarikan pempek agar masuk sebagai warisan dunia UNESCO berikutnya untuk kategori warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage). Saat ini, status sertifikasi kuliner khas Palembang itu sudah masuk peringkat nasional. “Kalau masuk, ini seperti rendang dari Sumatera Barat yang juga sudah diusulkan,”tandasnya. (*/Dan)