PEMILIK SRIWIJAYA AIR JADI TERSANGKA KASUS ORUPSI TIMAH, INI DIA
JAKARTA – Pemilik maskapai Sriwijaya Air, Hendry Lie resmi ditetapkan jadi tersangka kasus korupsi timah. Begini sosoknya:
Sama seperti Harvey Moeis, Hendry akhirnya tersangkut kasus korupsi PT Timah (Persero) Tbk (TINS). Tak hanya Hendry Lie, namun sang adik Fandy Lingga juga turut ditetapkan menjadi tersangka.
Hal itu diungkapkan oleh Kejaksanaan Agung (Kejagung) saat mengumumkan penetapan status tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.
Mengutip situs resminya, Hendry Lie mendirikan PT Sriwijaya Air pada 2022 lalu. Ia pertama kali mendirikan maskapai ini bersama dengan Chandra Lie, Johannes Bunjamin dan Andy Halim.
Hendry memiliki hubungan darah dengan Chandra Lie dan Andy Halim. Hendry Lie merupakan kakak kandung dari Chandra Lie. Sementara itu, Andy Halim dan Fandy Lingga merupakan adik-adiknya.
Hendry Lie merupakan beneficiary ownership atau pemilik manfaat PT Tinindo Internusa (TIN). Sementara Fandy Lingga, merupakan Marketing PT TIN.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang ditemukan, Tim Penyidik Jampidsus Kejagung telah meningkatkan status 5 orang saksi menjadi tersangka sehingga total tersangka menjadi 21 orang termasuk perkara Obstruction of Justice.
Kelima orang tersebut di antaranya, HL selaku Beneficiary Owner PT TIN, FL selaku Marketing PT TIN, SW selaku Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2015 hingga 2019, BN selaku Plt.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak 2019, dan AS selaku Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2020 hingga 2021 & Definitif hingga sekarang.
Tersangka HL selaku Beneficiary Owner PT TIN dan Tersangka FL selaku Marketing PT TIN dinilai telah turut serta dalam kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah fiktif dengan PT Timah Tbk dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut.
Selain itu, keduanya juga membentuk CV BPR dan CV SMS sebagai perusahaan boneka untuk melaksanakan kegiatan ilegalnya.
Mereka akan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.(*/Fa)