UIGHUR MEMPUNYAI ANDIL DALAM MENGISLAMKAN JAWA ?
Dalam satu episode sejarah, wilayah China pernah dipermalukan menjadi negara taklukan dari bangsa luar. Hampir seabad (1280-1368) orang Mongol berhasil mendirikan Dinasti Yuan di China. Menjadi jajahan orang Mongol (bangsa Tartar) yang merupakan rumpun besar dari suku Uighur. Ini menjadi cerita kelam bagi bangsa Han, yang merupakan etnis terbesar di China. Takluk oleh bangsa barbar. Begitu mereka (baca: orang Han/kekaisaran China) menyebutnya.
Bahkan jika sejarah penguasaan bangsa Manchuria atas China, yang konon juga merupakan salah satu rumpun Tartar, maka penjajahan bangsa Tartar terhadap bangsa Han (China) lebih lama lagi. Hampir tiga abad, orang Tartar Manchuria kokoh mendirikan Dinasti Ching (1664-1912).
Orang Mongol tinggal di utara Gurun Gobi. Mereka dikenal sebagai orang yang liar dan kuat, dan mengaku sebagai keturunan serigala biru. Saat malam menjelang, anak-anak dengan senang mendengarkan dongeng-dongeng tentang pahlawan-pahlawan yang menjadi pemimpin di kaum mereka. Cerita tentang kemenangan, kebebasan, kebesaran dan peperangan. Heroisme ini mengendap pada setiap mimpi anak-anak. Kelak, ketika dewasa menjadi pasukan tempur yang sangat ambisius dan brutal.
Episode penaklukan China, yang berada di dalam tembok besar, merupakan cerita tragis. Derap kuda besar yang kuat, yang biasa dipakai menyeberangi luasnya Gurun Gobi, datang bak tsunami meluluhlantahkan kekuasaan Kekaisaran Dinasti Sung. Tidak butuh waktu lama, kota demi kota Dinasti Sung China takluk. Batas tapal kuda ternyata tidak hanya berhenti sampai muara Sungai Kuning. Kuda-kuda itu naik kapal laut, menyeberang lautan, memicu badai sampai Pulau Jawa.
Tidak ada tentara, pasukan perang, yang bergerak lebih cepat di dunia selain pasukan Mongol di bawah kepemimpinan Jenghis Khan. Mereka memiliki disiplin militer yang tinggi dan ketahanan pangan yang luar biasa. Kesalahan sekecil apapun, dikenakan hukuman pancung. Cadangan makanan pasukan perang, setiap prajurit selalu membawa kuda lebih dari satu dan hewan ternak. Kuda betina diperah susunya, direbus dan dijadikan keju. Hewan diolah menjadi dendeng kering. Dengan begitu pada setiap penyerbuan ke suatu negara, tidak pernah ada hambatan serius. Semua bisa ditaklukan. Setiap pasukan selalu membawa makanan yang bisa bertahan berminggu-minggu. Mereka akan bergerak bebas.
Wilayah taklukan Mongol membentang dari Rusia-Eropa Timur, Dinasti Abbasiyah di Irak sampai semua wilayah China, dan Asia Tenggara. Luasnya daerah taklukan melebihi kehebatan manapun. Semua kerajaan yang berhasil diporakporandakan. Pada awal penaklukan tidak banyak menyisakan tawanan, semua di bunuh dan kota dimusnahkan. Lambat laun, akhirnya merekrut tawanan sebagai pasukan militer. Semua penduduk yang mendiami wilayah taklukan dijadikan tawanan. Pemuda yang kuat dilatih dan menjadi pasukan perang Mongol. Cerita ini sama, ketika perjalanan menaklukkan Bukhara (Uzbekistan), salah satu tawan perang adalah anak Gubernur Bukhara, Sayyid Adjal Syamsuddin (1211–1279) yang dikenal dengan nama Sai-Tien-Enih. Yang pada masa tuanya merupakan panglima perang Muslim yang sangat disegani orang Mongol. Bukhara adalah wilayah tempat kelahiran Imam Bukhori, penulis buku hadist paling terkenal dalam sejarah Islam.
Orang Mongol tidak terlalu mempersoalkan agama, mereka lebih suka pada rampasan perang dan wanita untuk memperbanyak keturunan. Maka saat penyerangan ke wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah, pasukan perang dari wilayah taklukan tetap beragama Islam. Interaksi orang Mongol, Tartar dengan agama Islam juga sudah terjadi sejak awal abad Hijriyah, ketika jalur sutera masih sangat ramai. Jauh sebelum ditemukan kapal besar yang sanggup mengarungi samudera.
Saat persiapan perang penaklukan China sudah selesai, ratusan ribu pasukan Mongol, yang sebagian merupakan tawanan perang tentara Muslim, bergerak dengan cepat menyerang Jantung Kerajaan Sung di Hangchow. Beruntung Jenghis Khan sudah tua dan ambisi memusnahkan kota sudah hilang. Kota-kota yang dibangun indah di China aman dari pemusnahan, walaupun penjarahan masih tetap berlangsung. Kota demi kota ditaklukan sampai Provinsi Yunan di ujung selatan. Keberhasilan penaklukan Yunan, dipimpin oleh panglima perang Sayyid Adjal Syamsuddin. Baik Tan Ta Sen maupun Kong Yuanzhi saat menulis buku tentang Cheng Ho, menjelaskan bahwa buyut Cheng Ho ini adalah anak Gubernur Bukhara.Pada satu kesempatan perang, pasukan Mongol yang hebat, berhasil dipukul mundur saat penaklukan Jawa. Kejadian ini jelas mencoreng muka Kubilai Khan dua kali. Dengan muslihat Raden Wijaya, 30.000 tentara Mongol yang sudah kenyang dengan pengalaman perang di jalur Asia Tenggara, bisa dikalahkan. Namun tidak semuanya bisa pulang ke Tiongkok. Satu cerita menarik yang dijelaskan dalam sejarah, salah satu panglima perang dari tiga Jenderal yang menyerang Jawa, berkebangsaan Uighur.
Pasukan Mongol ini dipimpin oleh tiga jenderal; menurut Groeneveldt dalam buku Nusantara Dalam Catatan Tionghoa, jenderal pertama adalah Shih-Pi, biasa dipanggil Tarkun yang berasal dari Po Yeh Disktrik Li Chou (Provinsi Chih Li). Merupakan wakil Kubilai Khan untuk menaklukkan Jawa. Pendapat Groeneveldt berlainan dengan Tan Ta Sen yang menyatakan bahwa Shih-pi merupakan keturunan orang Hui. Shih-pi berasal dari Boye, Provinsi Hebei Tengah, yang memiliki nama lain Ta La Hun. Selama Dinasti Yuan, menjadi kebiasaan orang Semu (orang Arab, Persia, Turki, dan lain-lain dari Asia Tengah), yang merupakan leluhur komunitas Hui Muslim, memakai nama Han China sebagai tambahan nama etnis mereka. Karena itu, sangat diyakini bahwa Shih-pi adalah jenderal Muslim.
Adalah Ike Mese Jenderal kedua penyerangan ke Jawa yang berasal dari Suku Uighur, yang menjadi kelompok suku terbesar di Turkistan Timur. Suku Uighur merupakan suku terpandang, paling cerdas, dan berkebudayaan tinggi di antara suku-suku Turki lainnya. Pada tahun 1277, Ike Mese menjadi vice president dalam bidang peperangan dan pernah menjabat Residen Jinghu dan Champa. Pengangkatan Ike Mese menjadi resident pertama Champa setelah berhasil ditaklukan pada tahun 1285. Menurut keterangan Bernard Philippe Groslier dalam buku Indocina, Persilangan Kebudayaan keberhasilan penyerangan pasukan Mongol ke Champa, menjadi titik dimulainya jejak Kerajaan Islam Champa. Dan untuk mempertahankan kerajaan Islam di Champa, ditempatkan Ike Mese selaku jenderal besar dan beragama Islam.
Menurut Tan Ta Sen, Ike Mese adalah Pribumi asal Wei-wu-er yang merujuk pada Suku Uighur (Provinsi Xinjiang). Jenderal ketiga adalah Gaoxing (Kau Shing) yang berasal dari Ts’ai Chou yang merupakan seorang dari Bangsa Han.
Penjelasan Abdurrahman Wahid dalam buku Membaca Sejarah Nusantara, 25 Kolom Sejarah Gus Dur, halaman 22–24 menjelaskan, mengenai islamisasi Jawa sangat menarik. Bahwa alasan politik kekuasaan kurang rasional dalam perang Nusantara-Tiongkok, yang mungkin adalah persamaan agama. Bahwa Raden Wijaya adalah seorang Muslim sehingga pasukan Muslim dari Mongol sudi membantu. Apabila kita sesuaikan dengan panglima utama pasukan adalah Muslim, maka tujuan penyerangan ke Jawa adalah islamisasi. Bahkan Gus Dur lebih lanjut menjelaskan bahwa Wijaya adalah nama yang dimilikinya, yaitu Oei atau Wie, yang dalam cabangnya disebut Wong atau Wang.
Rekaman peperangan dan komunitas orang China di Majapahit juga disinggung Denys Lombard dalam buku Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 2. Banyak orang China sudah membangun kampung di dekat pelabuhan dan sukses sebagai pedagang. Mereka juga masih berhubungan dengan Champa, sebagai muasal jalur perdagangan dan dakwah Islam. Dari situ kemudian berkembang cerita pengaruh Kerajaan Champa dalam proses dakwah Islam di Nusantara. Jika dirunut ke muasal penaklukan Champa, jalur dakwah bisa sampai ke Bukhara, kampung Imam Bukhari, ahli hadist termasyur dalam Islam.
Jejak dakwah di Indonesia yang merunut jalur orang Uighur adalah para walisongo. Seperti Maulana Malik Ibrahim (Sheikh Ibrahim Samarqandi) merupakan wali Kerajaan Champa yang berasal dari Samarkand, masih satu negara dengan Bukhara di Uzbekistan. Pendakwah Islam dari jalur Champa yang sebagian orang China terus berdatangan. Hubungan langsung dengan daerah leluhur di Bukhara dan Samarkand juga terus terjalin. ketika Kesultanan Turki Ustmani semakin kokoh berdiri, Bukhara dan Samarkand menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya.
Ketika dakwah dari Tiongkok terhenti akibat pergantian kekuasaan, jalur dakwah langsung dari Turki Ustmani terus berlanjut. Sampai akhirnya mampu mendirikan Kerajaan Islam di berbagai kota di Nusantara. Dari Aceh sampai Ternate, lautan nusantara penuh dengan semangat dakwah Islam.(*/Lus)