(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({ google_ad_client: "ca-pub-4827125999327211", enable_page_level_ads: true });
JAKARTA – Sejumlah penyakit menular muncul dan menghilang mengikuti musim. Flu biasanya muncul pada musim hujan dan musim dingin.
Penyakit lainnya, semisal tifus, cenderung memuncak pada musim kemarau. Kasus campak umumnya menurun saat musim panas di wilayah beriklim dingin, namun penyakit tersebut justru meningkat pada musim kemarau di wilayah tropis.
Karena adanya pola ini, tak mengherankan banyak orang kini bertanya apakah Covid-19 juga merupakan penyakit musiman?
Sebagian besar wabah virus corona terjadi di wilayah-wilayah yang cuacanya sejuk. Hal ini memicu spekualasi bahwa Covid-19 kemungkinan menghilang seiring tibanya musim panas.
Akan tetapi, para pakar sudah mewanti-wanti bahwa jangan terlalu berharap virus corona akan musnah pada musim panas.
Dan sikap waspada mereka sangat beralasan. Virus yang menimbulkan Covid-19—yang secara resmi bernama SARS-CoV-2 —terlalu baru sehingga data mengenai korelasinya dengan musim dan cuaca belum benar-benar kuat.
Pandemi kerap tidak mengikuti pola musiman yang sama sebagaimana terlihat dalam wabah-wabah sebelumnya.
Flu Spanyol, misalnya, meningkat pada musim panas. Sedangkan kebanyakan wabah flu terjadi pada musim dingin.
“Pada akhirnya kami memperkirakan Covid-19 menjadi endemi,” kata Jan Albert, profesor pengendalian penyakit menular yang khusus meneliti virus-virus di Karolinska Institute, Stockholm, Swedia.
“Dan akan sangat mengejutkan apabila penyakit tersebut tidak menunjukkan sifat musiman saat itu terjadi. Pertanyaan besarnya adalah apakah sensitivitas virus itu [pada musim] akan mempengaruhi kapasitasnya untuk menyebar dalam situasi pandemi.”
Karenanya, kita perlu berhati-hati ketika menggunakan apa yang kita ketahui mengenai perilaku musiman virus-virus corona jenis lain untuk membuat prediksi pandemi Covid-19.
Namun, mengapa virus-virus corona jenis lain musiman dan mengapa hal itu memberikan harapan dalam wabah saat ini?
‘Jubah’ yang tidak tahan panas
Virus-virus corona disebut sebagai “virus-virus berselubung” dalam jubah berminyak, yang dikenal dengan lapisan lipid, bertabur protein berwujud tonjolan-tonjolan seperti pada mahkota. Itulah mengapa virus-virus ini dinamai corona, yang dalam bahasa Latin berarti mahkota.
Riset pada virus-virus berselubung lainnya menunjukkan bahwa jubah berminyak ini membuat virus-virus tersebut lebih rentan pada panas ketimbang virus yang tidak berselubung.
Dalam kondisi dingin, jubah berminyak mengeras mirip karet atau mirip lemak dari daging yang dimasak matang kemudian dingin.
Imbasnya, sebagian virus berselubung cenderung menunjukkan perilaku musiman yang kuat.(*/Di)
CIBINONG - Kini aplikasi kepelangganan milik Perumda Air Minum Tirta Kahuripan memiliki fitur yang lebih…
CIBINONG - Perumda Pasar Tohaga Kabupaten Bogor resmi memulai tahap pembangunan Pasar Rakyat Leuwiliang, yang…
CIBINONG - Organisasi besar wartawan akan melaksanakan Pelaksanaan Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian (OKK) PWI yang…
BOGOR - Kepala Pasar Ciluar, Isni Jayanti menyampaikan komitmen Perumda Pasar Tohaga dalam menangani permasalahan…
CIBINONG – Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PERUMDA) Air Minum Tirta…
CIBINONG - Tercatat mulai 1 Mei 2025, PKL Malam Radius Pasar Ciluar menempati pelataran parkir…