Santap Ria

4 TRADISI MAKAN BERSAMA DI INDONESIA

visit indonesia

Indonesia meliputi Sabang hingga Merauke begitu kaya budaya, termasuk budaya makan yang memiliki makna filosofis, seperti berikut ini:

&80 x 90 Image

Rijsttafel

Merupakan cara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di Nusantara. Cara penyajian ini berkembang pada masa kolonial Belanda yang memadukan etiket dan tata cara perjamuan resmi Eropa dengan kebiasaan makan penduduk setempat yang mengonsumsi nasi. Cara penyajian ini dulu begitu populer di kalangan masyarakat Eropa-Indonesia, namun tetap digemari di Belanda dan dihidupkan lagi di Indonesia pada masa sekarang.

Konsep makan bersama ini seperti jamuan pesta yang meriah, sajiannya mewakili keanekaragaman suku bangsa di Nusantara. Aneka macam hidangan terkenal dari berbagai pulau seperti sate, tempe, dan serundeng. Dari Batavia dan Priangan, ada masakan favorit seperti gado-gado, lodeh dengan sambal, dan lalapan. Nasi dihidangkan bersama 40 hingga 60 jenis macam hidangan dalam piring kecil. Setelah perang kemerdekaan Indonesia 1945, risjttaffel ini dibawa ke Belanda oleh penjajah kolonial dan orang Indonesia yang kembali ke Belanda.

Liwetan atau Bancakan

Tradisi liwetan dilakukan dengan bersantap bersama di atas lembaran daun pisang. Dalam penyajiannya, nasi akan diletakkan di sepanjang daun pisang. Begitu juga dengan sayur-mayur dan lauknya. Hal yang membuat liwetan unik adalah makan dengan menggunakan tangan langsung atau tanpa sendok. Makna tradisi yang dimulai dari kebiasaan dan pengaruh agama Islam di pesantren-pesantren di Jawa dan Sunda ini adalah nilai kebersamaan dan kesederhanaan.

Filosofinya diambil dari tidak adanya perbedaan, semua makan di wadah yang sama, bersamasama. Di beberapa daerah, tradisi makan bersama seperti liwetan memiliki nama khusus, misalnya megibung di Bali yang merupakan kebiasaan warga Karangasem, di ujung timur Pulau Dewata. Megibung ini begitu lekat dengan tradisi masyarakat dalam upacara keagamaan adat pernikahan dan kegiatan sehari-hari.

Tumpeng

Sajian berupa nasi berbentuk kerucut beserta lauk pauk yang ditempatkan di atas tampah ini menjadi bagian penting dalam perayaan tradisional seperti kenduri atau perjamuan makan untuk peringatan peristiwa, juga menjadi wujud rasa syukur seperti pada perayaan ulang tahun dan melimpahnya hasil panen. Tumpeng berasal dari tradisi lama masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat suci dan sakral. Tumpeng menjadi warisan budaya Jawa yang diperkirakan ada sejak zaman penyebaran agama Hindu pada abad ke-15.

Dalam kenduri, syukuran atau selametan, setelah pembacaan doa, ada tradisi untuk memotong pucuk tumpeng dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling dituakan di antara yang hadir. Nasi tumpeng yang biasanya berupa nasi kuning dilengkapi dengan berbagai lauk dan sayur. Jumlah hidangan adalah tujuh karena dalam bahasa Jawa “pitu” dikaitkan dengan kata “pitulungan”, memiliki makna pertolongan dari Tuhan. Lauk pauk yang biasa disajikan adalah perkedel, telur, variasi tempe kering, serundeng, ikan asin, juga dianjurkan ada lauk pauk dari hewan darat seperti ayam atau sapi, hewan laut rempeyek teri, ikan bandeng, dan sayur-mayur seperti kangkung, bayam atau kacang panjang.

Bedulang

Bedulang di Kepulauan Bangka Belitung sudah turun-temurun dilakukan sebagai prosesi makan bersama dalam satu dulang yang terdiri dari empat orang duduk bersila saling berhadapan mengitari tempat yang berisikan makanan. Menggunakan dulang yang ditutup dengan tudung saji berwarna merah dan bermotif. Nah, di dalamnya biasanya berisi nasi, lauk-pauk khas Belitung, buah-buahan, dan juga aneka kue. Ada makna filosofi khusus pada budaya makan ini, para orang tua mengajarkan anak-anak yang masih muda tentang etika, kebersamaan, dan toleransi.

Hingga saat ini, bedulang masih kerap diselenggarakan oleh masyarakat, tapi bagi turis yang menyambangi Belitung dapat merasakan sensasi makan dengan bedulang . Ada etika khusus dalam bedulang ini, yaitu saat makan, anggota keluarga yang paling muda mengambilkan piring untuk anggota keluarga yang lebih tua, selain usia, faktor status sosial pun menjadi patokan. Anggota keluarga yang lebih muda juga bertugas mengambil lauk untuk anggota keluarga yang lebih tua. Anggota keluarga yang lebih tua diberi urutan lebih awal bergiliran hingga yang paling muda.(*/Tya)

Loading...