MENGHORMATI PANDANGAN ULAMA, MENYENTUH DAN MENCIUM ISTRI BISAKAH MEMBATALKAN WUDHU?

JAKARTA – Pasangan suami istri dalam Islam memiliki batasan-batasan syariat tersendiri yang terkait dengan ibadah. Salah satunya adalah tentang wudhu yang kerap masih dipertanyakan, seperti apakah batal wudhunya jika suami atau istri menyentuh dan mencium?

Dilansir di About Islam, Rabu (18/10/2023), almarhum cendekiawan Muslim Arab Saudi Syekh Ibnu Utsaimin menjelaskan, jika seorang laki-laki mencium, menyentuh, atau memeluk istrinya, namun dia tidak mengeluarkan ejakulasi atau mengeluarkan cairan apa pun, maka wudhunya tidak batal. Begitu pula wudhu istrinya.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi, yakni dari Aisyah RA yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW mencium salah satu istrinya lalu pergi sholat tanpa berwudhu. (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah).
Hadits ini memperjelas persoalan menyentuh atau mencium seorang wanita. Apakah itu membatalkan wudhu atau tidak? Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.
Sebagian ulama berpendapat bahwa hal ini membatalkan wudhu dalam semua hal. Jika seseorang menyentuh seorang wanita, maka hal itu membatalkan wudhunya dalam semua hal.
Ada yang mengatakan jika dia menyentuh seorang wanita dengan penuh nafsu, maka wudhunya batal; jika tidak, maka tidak. Ada pula ulama yang berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan wudhu sedikit pun.
Pendapat yang terakhir ini merupakan pendapat yang paling kuat. Artinya, jika seorang laki-laki mencium, menyentuh, atau memeluk istrinya, namun ia tidak mengeluarkan ejakulasi atau mengeluarkan cairan apa pun, maka wudhunya tidak batal, begitu pula wudhu istrinya.
Sebab prinsipnya adalah wudhunya tetap sah sampai ada bukti batalnya. Tidak ada bukti, baik dalam Alquran maupun sunnah yang menunjukkan bahwa menyentuh seorang wanita membatalkan wudhu. Oleh karena itu, jika seseorang menyentuh seorang wanita meskipun tanpa ada apa pun di antara kulitnya, dan meskipun dengan nafsu, ciuman atau pelukan, semua itu tidak membatalkan wudhu.
Aini Aryani dalam buku Sentuhan Suami-Isteri, Apakah Membatalkan Wudhu? menjelaskan, Imam Syafii menghukumi sentuhan suami istri batal secara mutlak. Artinya, ketika suami atau istri bersentuhan, maka wudhunya batal dan harus mengulanginya.
Para ulama fikih dari Madzhab Syafii memandang bahwa bersentuhan kulit secara langsung antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahramnya dapat membatalkan wudhu jika sentuhan itu tidak dihalangi oleh apapun seperti kain, kertas, atau lainnya.
Pendapat Imam Syafii itu setelah menarik kesimpulan hukum dari Alquran Surat Al Maidah ayat 6, Allah berfirman, “Ya ayyuhal-lazina amanu iza qumtum ilas-salati fagsilu wujuhakum wa aidiyakum ilal-marafiqi wamsahu biru’usikum wa arjulakum ilal-kabain(i), wa in kuntum junuban fattahharu, wa in kuntum marda au ala safarin au ja’a ahadum minkum minal-ga’iti au lamastumun-nisa’a falam tajidu ma’an fa tayammamu saidan tayyiban famsahu biwujuhikum wa aidikum minh(u), ma yuridullahu liyajala alaikum min harajiw wa lakiy yuridu liyutahhirakum wa liyutimma namatahu alaikum laallakum tasykurun.”
Yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”
Dalam Islam, perbedaan pendapat dalam hal fikih sangat biasa. Hanya saja, umat Islam perlu kiranya untuk saling menghormati setiap pandangan para ulama, terutama ulama madzhab. Sebab bermadzhab dalam Islam merupakan pegangan yang kuat bagi orang-orang dengan standar kealiman dan keilmuan pada umumnya. Wallahu a’lam.(*/Fa)