ORANG PENYUAP DAN YANG DISUAP MENURUT HUKUM ISLAM

Dalam transaksi bisnis sering terjadi suap dan menyuap untuk melancarkan sebuah pekerjaan .Suap merupakan suatu tindakan dengan memberikan sesuatu kepada seseorang. Suap juga bisa berarti setiap harta yang diberikan kepada seseorang atas suatu kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran.

Sedangkan dalam fikih, suap atau risywah cakupannya lebih luas. Sebagaimana dikatakan Ali ibn Muhammad al Jarjuni dalam Kitab Ta’rifat, Beirut (1978).
Allah Subhanahu wa ta’ala mengharamkan hamba-Nya memakan harta dengan jalan batil, salah satunya adalah riswah (suap-menyuap).
Pelarangan atas perbuatan tersebut demi menjaga kesucian umat Islam.
Dikutip dalam buku ‘Rumah yang Tidak Dimasuki Malaikat’ karya Abu Hudzaifah Ibrahim, Abu Hurairah Radhiyallahu anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Allah melaknat orang yang menyuap dan disuap dalam masalah hukum.”
Di dalam kitab suci Alquran, Allah ‘Azza wa Jalla memberikan peringatan keras dalam masalah suap-menyuap dan bekerja sama dalam masalah itu sebagaimana firman-Nya berikut ini:
وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Wa lā ta`kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili wa tudlụ bihā ilal-ḥukkāmi lita`kulụ farīqam min amwālin-nāsi bil-iṡmi wa antum ta’lamụn
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah: 188)
Dengan demikian, sebagian dari kita dilarang memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang dilarang Allah Subhanahu wa ta’ala.
Kita pun dilarang memakan harta dengan cara yang salah, seperti melalui persaksian palsu, sumpah dusta, serta hal-hal yang mendatangkan yang tidak bermanfaat.
Kita mengetahui bahwa perbuatan termasuk perbuatan batil yang berbahaysa dan menimbulkan keburukanan.Kaitannya dengan hal ini, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Yā ayyuhallażīna āmanụ lā ta`kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili illā an takụna tijāratan ‘an tarāḍim mingkum, wa lā taqtulū anfusakum, innallāha kāna bikum raḥīmā
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisa: 29)
Hal yang dimaksud dalam ungkapan “dengan jalan batil” pada ayat tersebut adalah jalan yang tidak diperkenankan syariat, seperti suap-menyuap, riba, menipu, mencuri, judi, dan cara-cara lain yang diharamkan.(*/Di)