Jalan Jalan

RABIAH AL ADAWIYAH, WANITA CANTIK, SOLEHAH BERSUARA MERDU YANG CINTA KEPADA ALLAH

visit indonesia

JAKARTA – Kisah Rabiah Al Adawiyah tidak bisa dilewatkan ketika kita membahas tentang wanita solehah. Ceritanya begitu menarik dan inspiratif sebab ia tidak tertarik pada kehidupan duniawi.
Rabiah Al Adawiyah adalah seorang wanita yang terkenal di dunia tasawuf. Dirinya banyak diketahui karena ia memilih untuk tidak menikah hingga akhir hayatnya demi beribadah dan mendekat kepada Allah SWT.

&80 x 90 Image

Diambil dari arsip detikHikmah, Rabiah Al Adawiyah adalah seorang wanita yang lahir pada tahun 713 Hijriah di Basrah, Irak. Ia sudah menjadi sebatang kara setelah ditinggal orang tuanya wafat dan ketiga kakaknya yang juga wafat karena wabah kelaparan.

Oleh sebab itu, Rabiah Al Adawiyah sudah harus hidup sendiri dan jauh dari masyarakat. Dirinya menghidupi diri sendiri dengan bekerja menjadi budak.

Ketika ia punya waktu luang atau tidak sedang bekerja, maka ia memilih untuk menghabiskan waktunya untuk bermeditasi.

Rabiah Al Adawiyah hidup dalam kemiskinan. Harta yang ia punya hanyalah sebuah tikar lusuh, sebuah periuk tanah, dan sebuah batu bata.

Meski demikian, hidup Rabiah Al Adawiyah penuh dengan kemuliaan. Setiap hari, dia senantiasa berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT tanpa mempedulikan urusan dunianya. Tujuannya hanya satu, yaitu surga-Nya yang amat dirindukan.

Besarnya Cinta Rabiah Al Adawiyah kepada Allah SWT
Rabiah Al Adawiyah begitu beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Takwanya bahkan sudah mencapai tahap cinta yang besar kepada Sang Khalik. Dirinya memilih dalam kesederhanaan, meskipun bisa hidup mewah mengandalkan parasnya yang cantik dan suaranya yang merdu.

Dalam sebuah buku yang berjudul Rabiah Al Adawiyah karya Makrum Gharib disebutkan pernyataannya mengenai cintanya yang besar kepada Allah SWT bisa mengalahkan rasa takutnya kepada Dia.

“Aku tidak menyembah Allah karena takut akan neraka, tidak juga karena mengharap surga. Jika aku menyembah-Nya karena takut neraka atau mengharap surga maka aku seperti buruh yang buruk yang bekerja karena rasa takut. Aku menyembah-Nya karena cinta dan rindu kepada-Nya.”

Kecintaan Rabiah Al Adawiyah yang besar kepada Allah SWT ini biasa dikenal dengan istilah “mahabbah,” jelas Abrar M. Daud Faza dalam bukunya yang berjudul Moderasi Beragama Para Sufi.

Bagi Rabiah Al Adawiyah, mahabbah adalah cinta yang besar yang dilandasi rasa iman yang sangat tulus dan ikhlas, sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat manusia menuju Allah SWT.

Mahabbah yang dimiliki Rabiah Al Adawiyah sudah memenuhi aspek makhluk dan Khalik. Ketika itu, dirinya bermunajat kepada Allah SWT dengan berbicara, “Tuhanku, akankah kau bakar kalbu yang mencintai mu oleh api neraka?”

Tiba-tiba saja, ada sebuah suara yang menjawabnya dengan berkata, “Kami tidak akan melakukan itu. Janganlah engkau berburuk sangka kepada Kami.” Hal ini sebagaimana dinukil dari buku Risalah Al-Qusyairiyah.

Mahabbah yang diajarkan oleh Rabiah Al Adawiyah menunjukkan betapa besarnya cintanya kepada Allah SWT sampai-sampai tidak ada perasaan benci sedikitpun kepada yang lainnya, baik alam maupun manusia.

Semua hal yang berkaitan dengan Rabiah Al Adawiyah dipenuhi dengan cinta dan kasih atau mahabbah. Konsep mahabbahnya juga sangat berkaitan erat dengan konsep aulawiyah atau mendahulukan yang prioritas.

Rabiah Al Adawiyah pasti mendahulukan sesuatu yang menjadi prioritas atau yang lebih penting. Salah satu contohnya adalah ketika ada dua pemuka agama yang kelaparan hendak bertamu ke rumah Rabiah Al Adawiyah.

Di sana, keduanya sudah mendapati dua buah roti di atas meja. Mereka sudah senang akan segera mendapat roti tersebut. Namun, ternyata ada seorang pengemis datang untuk meminta makanan.

Maka, Rabiah Al Adawiyah pun memberikan kedua roti tadi kepada si pengemis. Dua orang pemuka agama tadi kecewa karena tentunya mereka tidak jadi mendapat makanan.

Lalu, ternyata ada seorang pelayan datang ke rumah Rabiah Al Adawiyah dengan membawa dua buah roti yang baru saja matang. Maka ia langsung memberikan roti itu kepada kedua tamunya.

Tentunya, Rabiah Al Adawiyah memberikan roti kepada pengemis tadi bukan karena ingin mengecewakan tamunya. Namun, ia tahu mana yang lebih menjadi prioritas.(*/Ta)

Loading...