BOLEHKAH ISTRI MENGGUGAT CERAI JIKA TAK DIBERI NAFKAH
JAKARTA – Banyak wanita yang terjebak dalam pernikahan yang menyedihkan karena menikah dengan orang yang salah. Mereka harus bekerja siang dan malam selama bertahun-tahun untuk membesarkan anak-anak dan menghidupi suaminya.
Kasus perceraian di Indonesia sendiri semakin meningkat setiap tahunnya. Salah satu faktor penyebab perceraian ini salah satunya adalah masalah ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga.
Di kampung-kampung, banyak istri-istri yang harus rela menjadi TKW (tenaga kerja wanita) di Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan masih banyak lagi. Sedangkan suaminya yang di tanah air justru menikah lagi. Mirisnya, pernikahanya itu justru menggunakan uang jerih payah istrinya.
Jika memiliki suami yang tidak menjalankan kewajibannya untuk mencari nafkah, malas bekerja sehingga tidak memenuhi hak-hak istrinya, apakah seorang istri boleh mengajukan cerai?
Dikutip dari Buku Pintar Fikih Wanita oleh Abdul Qadir Manshur, disebutkan dalam al-Mawsû’ât al-Fighiyyah al-Kuwaitiyyah bahwa tugas mendasar seorang perempuan adalah mengatur urusan rumah, merawat keluarga, mendidik anak, dan berbakti kepada suami. Rasulullah saw bersabda, “Perempuan itu mengatur dan bertanggung jawab atas urusan rumah suaminya.” (HR al-Bukhari).
Melalui hadits ini disebutkan perempuan tidak dituntut memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri karena sudah merupakan kewajiban suaminya. Namun, Islam juga tidak melarang perempuan bekerja selama mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan agama.Istri juga harus mendapatkan izin dari suami apabila pekerjaanya mengharuskan ia keluar rumah. Akan tetapi, hak memberi izin yang dimiliki suami ini gugur dengan sendirinya manakala suami tidak memberi nafkah kepada istrinya.
Dalam Nihâyah al-Muhtâj dijelaskan, “Apabila seorang suami tidak memberi nafkah pada istrinya, maka sang istri boleh mengabaikan suaminya selama tiga hari, boleh menggugat cerai pada hari keempat, dan boleh keluar rumah untuk bekerja mencari nafkah pada waktu tiga hari itu. Adapun sang suami tidak boleh melarangnya keluar rumah karena hak untuk melarang telah gugur ketika tidak ada pemberian nafkah.”
Dalam Muntaha al-Irâdât disebutkan, “Apabila seorang suami tidak bisa memberi nafkah pada istrinya, maka istri berhak menentukan dua pilihan antara mengajukan gugatan cerai atau tetap tinggal bersama suami dengan tanpa melayaninya. Jika sang istri secara sukarela masih mau melayani suaminya, maka sang suami tetap tidak boleh melarangnya bekerja keluar rumah atau terus mengikatnya dalam ikatan pernikahan. Mengikat sang istri dalam ikatan pernikahan tanpa diberi nafkah tentu akan membahayakan jiwa istri, baik saat itu istrinya kaya maupun miskin. Pasalnya, hak suami untuk tetap mempertahankan pernikahannya tergantung penuh pada pemberian nafkah kepada istrinya.(*/Tya)