Histori

KERAJAAN SABA DAN RIWAYATNYA

visit indonesia

Punahnya Kerajaan Saba menjadi awal babak atau pendahulu bagi terbentuknya Makkah.
Sebuah surah dalam Alquran dinamakan sebagai Saba. Surah ke-34 ini tergolong dalam Makkiyah dan terdiri atas 54 ayat. Sebutan Saba secara historis merujuk pada suatu suku bangsa Arab yang kemudian mendirikan sebuah kerajaan masyhur di Arab selatan atau Yaman.

&80 x 90 Image

Menurut KH Moenawar Chalil dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, bangsa Arab saat ini secara nasab termasuk keturunan Nabi Ibrahim AS, sebagaimana bangsa Yahudi. Masing-masing leluhurnya adalah Nabi Ismail dan Nabi Ishaq–keduanya adalah putra sang Khalilullah.

Bila ditelusuri lebih jauh lagi, sambung Kiai Chalil, mereka memiliki leluhur, yakni putra Nabi Nuh AS. Namanya, Sam. Lelaki ini memiliki seorang putra, yang berarti pula cucu seorang nabi Ulul Azmi itu: Iram.

Iram bin Sam bin Nuh AS memiliki banyak anak keturunan. Mereka lalu membentuk sembilan suku yang bertebaran di sekujur Asia barat, termasuk Jazirah Arab.

Generasi Arab yang muncul setelah era sembilan suku para anak Iram bin Sam disebut sebagai Arab al-Muta’aribah. Garis nasabnya diyakini sampai kepada Qahthan bin Nabi Hud, yang memiliki sejumlah putra.

Kiai Chalil menerangkan, generasi Arab yang muncul setelah era sembilan suku para anak Iram bin Sam disebut sebagai Arab al-Muta’aribah. Garis nasabnya diyakini sampai kepada Qahthan bin Nabi Hud, yang memiliki sejumlah putra.

Ya’rib bin Qahthan menguasai Arab selatan atau Yaman. Jurhum bin Qahthan memegang kendali atas daerah Hijaz. Negeri Syihr dikuasai ‘Aad bin Qahthan, sedangkan Arab tenggara kepada Oman bin Qahthan.

Ya’rib memiliki cicit bernama Abdu Syamsin. Gelarnya adalah Saba karena kemahirannya dalam memenangkan banyak pertempuran. Keturunannya kemudian mendirikan sebuah kerajaan besar di Yaman dengan mengambil namanya. Bahkan, Alquran mengabadikan nama negeri tersebut dalam surah ke-34.

Ya’rib memiliki cicit bernama Abdu Syamsin. Gelarnya adalah Saba karena kemahirannya dalam memenangkan banyak pertempuran.

Diazab Allah

Dari seluruh Jazirah Arab, bagian selatanlah yang paling subur. Ma’rib menjadi kota terbesar di Yaman. Kota itu terkenal akan bendungannya yang canggih pada masa itu. Kemakmuran Negeri Saba dijelaskan Allah dalam surah Saba ayat ke-15.

Di sisi barat Bendungan Ma’rib, terdapat area yang luas tempat pepohonan menghasilkan berbagai macam buah-buahan. Adapun di sisi timurnya, terbentang kebun sayur-mayur aneka jenisnya.

Daya tampung bendungan itu juga mengagumkan. Air yang ditampungnya dapat mencukupi kebutuhan masyarakat setempat selama beberapa musim kemarau panjang.

Akan tetapi, penduduk Saba berubah haluan. Tidak seperti sebelumnya, mereka lama-kelamaan mulai meninggalkan agama tauhid. Allah SWT menjatuhkan azab-Nya kepada orang-orang kafir setempat.

Bendungan Ma’rib jebol. Banjir besar seketika melanda nyaris seluruh kawasan Yaman, termasuk lahan-lahan pertanian yang selama ini dibanggakan warga Saba.

Bendungan Ma’rib jebol. Banjir besar seketika melanda nyaris seluruh kawasan Yaman, termasuk lahan-lahan pertanian yang selama ini dibanggakan warga Saba. Malapetaka ini oleh kalangan sejarawan disebut sebagai Banjir Arim.

Kejadian banjir tersebut menelan banyak nyawa dan harta. Sebagian masyarakat Arab al-Muta’aribah yang selamat di Yaman lalu hijrah ke arah utara. Ada yang sampai ke Syam, Irak, serta negeri-negeri lain yang berdekatan.

Dan, ada pula yang ikut merintis terbentuknya peradaban baru di Bakkah (Makkah), tempat Baitullah Ka’bah berada. Dikatakan “ikut”, karena perintis sesungguhnya adalah Sang Khalilullah Nabi Ibrahim AS beserta istrinya, Siti Hajar, dan putranya, Nabi Ismail AS.

Dibangunnya Makkah

Banjir Arim menjadi tonggak berakhirnya fase generasi Arab al-Muta’aribah. Sesudahnya, menurut Kiai Chalil, lahirlah generasi Arab al-Musta’rabah atau Arab Ismailiyah.

Ini bermula dengan hijrahnya Nabi Ismail dan ibundanya, dengan ditemani Nabi Ibrahim AS, dari Palestina ke Makkah. Semua dilakukan Sang Khalilullah semata-mata atas perintah wahyu dari Allah.

Sesudah ditinggal suaminya, Siti Hajar mendapati bayinya kehausan. Dengan cemas, dirinya berlari-lari dari satu bukit ke bukit lainnya untuk mencari air.

Atas izin Allah, di dekat kaki Ismail memancarlah air dari dalam tanah. Begitu derasnya air itu, sehingga Hajar berkata, “Zam, zam”, yang dalam bahasa Palestina berarti ‘berkumpul-lah.’

Pada saat yang sama, rombongan orang-orang Arab Jurhum berarak tak jauh dari sana. Mereka telah bertolak dari Yaman karena kampung halamannya itu sudah rusak akibat jebolnya Bendungan Ma’rib.

Begitu dekat Makkah (Bakkah), mereka heran lantaran kawanan burung terbang rendah dan berputar-putar di kejauhan. Setelah mengutus seseorang, didapatilah kabar bahwa di sana terdapat mata air, yang ditunggui seorang perempuan dengan bayi lelakinya.

Para muhajirin—baik lelaki, perempuan, tua dan muda maupun kanak-kanak—dari Yaman itu segera ke lokasi yang dimaksud. Pemimpin mereka lalu meminta izin kepada Hajar agar berkenan mengizinkan kaum ini untuk tinggal bersamanya. Istri Nabi Ibrahim AS itu merestui.

Maka, sejak itu terbentuklah sebuah komunitas Arab “baru” di lembah Hijaz ini. Kelak ketika dewasa, Ismail AS bersama ayahnya membangun Ka’bah, yang lantas menjadi pusat keagamaan para penganut tauhid, bahkan hingga detik ini.(*/Yan)

Loading...