KISAH PILU DIBALIK LEGENDA ASAL USUL TANJUNG LESUNG
Sebagian dari Anda pasti pernah datang ke tempat indah yang satu ini. Tanjung Lesung adalah salah satu destinasi wisata yang terletak di ujung barat pulau Jawa, yakni Banteng. Tempatnya yang tidak begitu jauh dari Ibu Kota tentu bisa menjadi destinasi yang tepat bagi Anda sekeluarga berlibur.
Meski demikian, tak sedikit masyarakat yang mengetahui tentang legenda asal mula Tanjung Lesung. Mengapa bisa dinamai Tanjung Lesung? Merangkum dari berbagai sumber, Okezone mencoba untuk menceritakannya secara singkat.
Dahulu kala hiduplah seorang pengembara bernama Raden Budog. Ia bermimpi bertemu seorang gadis cantik dan langsung jatuh hati terhadapnya. Ia pun memutuskan untuk mengembara untuk mencari sosok cantik tersebut.
Dengan menunggangi kuda beserta anjing kesayangannya, Raden Budog lantas melakukan perjalanan menuju utara. Setibanya di Gunung Walang, pelana kudanya robek, alhasil ia melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Hingga akhirnya ia tiba di Pantai Cawar dan berhenti untuk mandi di pantai indah tersebut.
Setelah puas mandi Raden Budog yang ingin melanjutkan lagi perjalanannya merasa aneh, pasalnya dua hewan peliharaanya menjadi tidak menurut. Kesal dengan keadaan itu, Raden Budog lantas mengutuk hewan tersebut menjadi sebuah batu karang.
Dengan melanjutkan perjalanan seorang diri, Raden Budog lantas mendatangi sebuah desa dimana ada seorang perempuan cantik bernama Sri Poh Haci. Ternyata wajah wanita tersebut sangat mirip dengan gadis yang ia mimpikan sebelumnya. Ia pun lantas mengungkapkan ketertarikannya kepada Nyi Siti yang merupakan ibu dari Sri Poh Haci dan berniat untuk melamarnya.
Singkat cerita Sri Poh Haci memiliki kebiasaan menumbuk padi dengan lesung. Ia kerap menari-nari dan mengeluarkan suara tumbukan yang sangat merdu. Semua penduduk kampung sangat menyukai suara merdu tumbukkan dari Sri Poh Haci yang disebut dengan ngagondang. Namun, mereka memiliki kebiasaan untuk tidak melakukan ngagondang setiap Jumat.
Setelah menikah, sang suami (Raden Budog) sangat mendukung pekerjaan yang dilakoni oleh istrinya. Tak hanya mendukung, Raden Budog juga kerap melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh istrinya. Ia bahkan kerap ngangondang hingga lupa waktu.
Sesampailah jumat, sang istri tetua adat dan mertuanya (Nyi Siti) memperingatkan agar Raden Budog tidak ngagondang karena hari tersebut menjadi pantangan di desa tersebut. Namun dengan keras kepada Raden Budog terus ngagondang, bahkan dengan semangatnya ia pun terus melakukan hal tersebut.
Akhirnya suara ngagondang Raden Budog terdengar oleh warga sekitar. Ketika dilihatnya, begitu terkejutlah bahwa yang ngagondang adalah seekor lutung berwarna hitam. Raden budog yang terkejut lantas melihat dirinya telah berubah menjadi seekor lutung.
Seketika warga berteriak “Ada lutung bermain lesung” dan dengan cepat semua warga mendatangi lokasi. Malu dengan kerumunan warga yang datang, lutung jelmaan Raden Budog lantas melarikan diri ke dalam hutan. Warga yang terperanah pun berteriak “Lutung Kasarung! Lutung Kasarung!”
Sejak saat itu lutung Raden Budog masuk ke dalam hutan belantara dan memutuskan untuk tinggal di sana. Melihat suaminya menjadi seekor lutung, Sri Poh Haci sangat sedih dan memutuskan untuk pergi dari desanya. Hingga saat itu pun tidak ada yang mengetahui kemana Sri Poh Haci pergi, termasuk Nyi Siti selaku ibunya. Konon katanya Sri Poh Haci menjelma menjadi Dewi Padi.
Sejak saat itu, lokasi kejadian Raden Budog berubah nama menjadi Desa Lesung. Karena letaknya berada dekat dengan sebuah tanjung, maka namanya pun disebut dengan Tanjung Lesung.(*/Dan)