MENGEJAR MATAHARI PAGI DI BOROBUDUR, LIBURAN SINGKAT PENUH KENANGAN
JAKARTA – Sedang mencari tempat liburan seru untuk menghabiskan liburan tanggal merah? Coba saja berkunjung ke Candi Borobudur waktu pagi buta. Ada paket sunrise tersedia dengan harga Rp 350 ribu untuk pengunjung dewasa.
Paket petualangan pagi di Candi Borobudur dimulai sejak pukul 04.30 WIB. Masuk melalui Pintu 7, Anda bisa memarkirkan kendaraan di tempat parkir dekat Hotel Manohara.
Selain tiket masuk, biaya yang dibayarkan sudah termasuk senter, suvenir, dan sarapan pagi. Mengingat durasi trip mencapai tiga jam, jangan lupa untuk membawa air minum sendiri, namun pastikan Anda tak meninggalkan sampah di area candi.
Saya bersama rombongan Nestum tiba sekitar pukul 05.10 WIB pada Selasa, 23 April 2019. Hari masih gelap sehingga senter cukup membantu menerangi jalan rumput menuju pelataran candi.
Ahmad Latif, pemandu kami saat itu, menerangkan bintang pagi alias Venus menjadi rujukan kami untuk melihat posisi matahari terbit pagi itu. Sepuluh menit kemudian, kami tiba di pelataran, saatnya membakar kalori menaiki 118 anak tangga candi dengan jarak yang cukup tinggi yang dibangun oleh Wangsa Syailendra itu.
Sampai di lantai delapan Borobudur, rombongan berhenti sejenak. Semburat jingga violet mulai mewarnai langit Magelang pagi itu. Ternyata, puluhan orang yang didominasi wisatawan mancanegara lebih dulu tiba dan mendapat posisi terbaik untuk menikmati matahari pagi.
Mayoritas mereka duduk di tepi lantai delapan dan sembilan menghadap ke arah lereng Gunung Merapi. Dari sanalah matahari seharusnya muncul pagi itu.
Tak Ada Jaminan
Latif mengatakan biasanya matahari akan terlihat sempurna sekitar pukul 05.55 WIB. Kami pun bergegas mencari tempat terbaik untuk menyambut sang surya. Dari sederet tempat bagus yang tak banyak tersisa, saya bisa bersender di dekat stupa sedang.
Saya bersiap dengan kamera untuk mengabadikannya. Namun mendekati waktunya, matahari tak kunjung terlihat, bahkan semakin tenggelam dalam kabut yang meninggi.
Raut kekecewaan tampak di sebagian besar pengunjung yang bersusah payah bangun pagi. Sebagian bahkan berceloteh meminta agar kabut segera pergi walau tentu saja tak bisa.
Latif mengatakan, paket sunrise memang tak menjanjikan para pengunjung bisa menyaksikan matahari terbit. Semua tergantung kondisi alam dan kehendak Sang Pencipta. Namun, puncak wisatawan untuk paket sunrise adalah pada Mei-Agustus karena saat itu masuk musim kemarau.
Bagi yang terlanjur gigit jari, Anda bisa memanfaatkan waktu dengan foto-foto berlatar belakang kemegahan Candi Borobudur. Atau, Anda bisa memanfaatkan jasa pemandu untuk menceritakan kisah candi yang merupakan sekolah bagi para bhiksuni pada masa lampau.
Anda harus membayar lebih untuk menikmati cerita Candi Borobudur dari pemandu lokal. Biayanya Rp 250 ribu untuk 1-5 tamu, dan Rp 300 ribu jika lebih dari itu.
Dinding adalah Bukunya
Dari pemandu kami saat itu, Latif menerangkan alasan candi terbesar di Asia Tenggara itu adalah sekolah bagi para bhiksuni. Relief-relief yang terpahat pada dinding itulah yang menjadi buktinya.
Beragam kisah, termasuk cerita Sidharta Gautama menjadi Buddha, terpajang dengan baik di Candi Borobudur. Belum lagi banyak simbol yang tersimpan dari setiap lantai, contohnya bentuk kotak yang terdapat pada lantai 1-7 menggambarkan keduniawian, sementara bentuk lingkaran pada lantai 8-10 adalah simbol nirwana.
Candi Borobudur sudah direstorasi dua kali. Pertama kali pada masa pendudukan Belanda, yakni pada 1907-1911, yang kedua pada 1973-1983 pada masa pemerintahan Soeharto.
Lewat dua kali restorasi itu pula terungkap bagaimana teknologi zaman dulu dalam membangun candi yang terdiri dari batu-batu andesit berukuran besar. Rahasianya adalah pada sistem kunci yang dipakai. Buktinya bisa terlihat dari lantai yang agak bergoyang-goyang saat dipijak.
“Bisa dilihat juga dari susunan batu di dinding yang makin kecil makin ke kanan. Kalau dibuka, ada sistem kuncian di situ. Kalau di lantai, bisa terlihat susunannya seperti permainan tetris,” kata Latif.
Sayang, kemegahan candi yang diakui UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia itu kian terancam oleh industri pariwisata yang masif. Meski kawasan Candi Borobudur yang dipagari hanya tiga hektare, menurut Latif, kawasan yang perlu dilindungi sebenarnya mencapai 15 hektare.
“Soalnya, Candi Borobudur itu bukan semata kawasan candi, tetapi juga permukiman di sekitarnya yang harus dijaga dan itu merupakan bagian dari konservasi,” ujarnya.(*Di)