PAMAN SANG NABI HAMZAH BIN ABDUL MUTHALIB, SANG SING ALLAH

Hamzah bin Abdul Muthalib menemui syahid di Perang Uhud pada bulan Syawal.
Hamzah bin Abdul Muthalib merupakan seorang sahabat dan sekaligus keluarga dekat Nabi Muhammad SAW. Bahkan sebelum memeluk Islam, ia sudah menyayangi keponakannya itu. Baginya, Rasulullah SAW adalah sosok yang paling berakhlak sempurna.

Antara Hamzah dan Nabi SAW terpaut usia yang tidak begitu jauh. Bahkan, keduanya merupakan saudara sepersusuan, yakni dengan ibu susu bernama Tsuwaibah al-Aslamiyah. Sejak kecil, mereka telah dekat, layaknya sahabat karib.
Sejak muda, Hamzah adalah seorang laki-laki yang kuat, disegani, dan ditakuti di kalangan suku Quraisy. Ia mempunyai kegemaran berburu dan terkenal sangat mahir menggunakan panah. Ia juga dikenal sebagai pemuda yang kuat memegang keyakinan serta taat melaksanakan ajaran agama kaumnya.
Sebagaimana Bani Muthalib lainnya, Hamzah juga tidak langsung menerima Islam.
Sebagaimana Bani Muthalib lainnya, Hamzah juga tidak langsung menerima Islam. Walaupun demikian, hati dan benaknya tidak dapat mengingkari kemuliaan dan kebenaran Muhammad SAW. Karena itu, tidak pernah sekalipun dirinya memperlihatkan perasaan tidak suka terhadap beliau. Malahan, sebisa mungkin putra Abdul Muthalib itu melindunginya dari segala kemungkinan marabahaya.
Sampai terjadi suatu peristiwa yang mengubah haluan hidupnya. Suatu ketika, Abu Jahal alias Amr bin Hisyam mencaci-maki Nabi Muhammad SAW. Sementara, yang dicaci tidak berkata apa-apa.
Setelah puas meluapkan emosinya, Abu Jahal lalu pergi. Dia lantas bergabung dengan kerumunan orang-orang musyrik yang sedang berkumpul dekat Ka’bah.
Lewatlah seorang perempuan yang juga mantan budak Abdullah bin Jud’an at-Taimi. Perempuan ini tidak sengaja mendengar kerumunan itu menjelek-jelekkan nama Nabi Muhammad SAW.
Sementara itu, Hamzah bin ‘Abdul Muthalib sedang bersiap-siap berburu. Biasanya, dia berburu seorang diri. Setiap lewat atau berpapasan dengan kawannya, maka Hamzah mengucapkan salam dan mengobrol sekadarnya.
Saat sedang berjalan, Hamzah tiba-tiba bertemu dengan wanita mantan budak itu. Setelah menyampaikan salam, perempuan itu menuturkan, “Hai Abu Umarah (panggilan Hamzah), kalau saja Tuan tadi menyaksikan apa yang dialami keponakanmy, Muhammad, yang menderita dari perbuatan Abul Hakam (julukan Abu Jahal oleh orang Quraisy umumnya). Dia tadi menyakiti keponakanmu itu, mencaci-makinya, dan mencelanya habis-habisan. Sampai dia pergi, Muhammad tidak berkata apa pun.”
Mendengar informasi itu, amarah Hamzah bangkit seketika. Dia langsung berjalan menuju Ka’bah. Panah yang tadi disiapkannya untuk berburu hewan, kini diniatkannya jadi senjata menghadapi Abu Jahal.
Begitu tampak Abu Jahal di depannya, tanpa tedeng aling-aling Hamzah memukul Abu Jahal. Awalnya kebingungan, tetapi teman-teman Abu Jahal lantas melerai mereka berdua.
“Baru kami tahu, wahai Hamzah, kamu pun sekarang telah menjadi (seorang pemeluk) Islam!” kata seorang dari mereka.
“Apa lagi yang menghalangiku, toh semua jelas bagiku,” seru Hamzah lagi.
“Asyhadu an laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad rasulullah!” sebut dia lagi.
“Biarkan Abu Umarah! Demi Allah, aku memang telah mencaci-maki keponakannya itu dengan buruk sekali,” kata Abu Jahal yang kepayahan sehabis dipukul Hamzah.
Demikianlah, Hamzah bin ‘Abdul Muthalib memeluk agama tauhid ini. Sejak saat itu, dia setia mendampingi dan ikut perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Heroisme
Allah SWT telah memperkuat agama-Nya dengan masuknya Hamzah ke dalam Islam. Dia berdiri tegar dan siap membela Rasulullah SAW dan para sahabat yang lemah. Sejak memeluk Islam, paman Nabi SAW itu mengabdikan pikiran, tenaga, dan hidupnya semata-mata untuk syiar agama Allah SWT. Gelarnya adalah Asad Allah wa Asad Rasulih. Maknanya, “Singa Allah dan Rasul-Nya.”
Hamzah turut serta dalam pasukan Muslimin yang bertempur melawan musyrikin di Perang Badar. Dalam palagan ini, ia betul-betul memperlihatkan keberanian, kecakapan taktis, dan kepahlawanan yang luar biasa. Pada jihad berikutnya, Perang Uhud, perhatian kaum kafir tertuju pada paman Nabi SAW ini.
Kaum kafir menugaskan Wahsyi, seorang budak kulit hitam yang sangat mahir melontar tombak, untuk menghabisi Hamzah.
Untuk itu, kaum kafir menugaskan Wahsyi, seorang budak kulit hitam yang sangat mahir melontar tombak, untuk menghabisi Hamzah di medan laga. Hindun, istri Abu Sufyan, yang menaruh dendam kesumat karena ayahnya terbunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar, menjanjikan kemerdekaan kepada Wahsyi apabila ia berhasil dalam tugasnya dan bersumpah akan memakan hati Hamzah mentah-mentah.
Dalam Perang Uhud tersebut, tombak Wahsyi berhasil mengenai tubuh Hamzah. Ia mengembuskan napasnya yang terakhir sebagai syahid. Kepergiannya ditangisi orang yang paling mulia, Muhammad SAW, keponakannya dan rasul Allah SWT. Dia mengakhiri tugas suci menyebarkan dan membela Islam dalam usia kira-kira 57 tahun.(*/Tian)