Asal Usul

TSA’LABAH, SAHABAT NABI YANG MISKIN MEMINTA DIDOAKAN MNEJADI KAYA

visit indonesia

Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 216, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”

&80 x 90 Image

Melalui ayat ini, Allah menguji umat Muslim salah satunya dengan kemiskinan dan kemelaratan. Sehingga ketika segala upaya telah kita lakukan untuk membuka pintu rezeki, namun Allah belum juga membuka pintu rezeki itu, maka yang perlu kita lakukan adalah terus berusaha dan bersabar.

Karena bisa jadi, ini merupakan cara Allah menguji keteguhan hamba-Nya. Karena bisa jadi, ketika kekayaan itu didapat dengan mudah, justru menyebabkan kita mudah tergelincir karenanya, sehingga bisa membuat kita jauh dari Allah swt.

Sebagaimana kisah sahabat Tsalabah bin Hathib, dikutip dari buku “Mengetuk Pintu Rezeki” karya Irwan Kurniawan. Tsalabah merupakan sahabat Nabi yang sangat taat. Ia tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu berjamaah bersama Nabi Muhammad saw. Namun, Tsalabah adalah orang yang sangat miskin.

Saking miskinnya, Tsa’ labah hanya memiliki satu buah sarung yang harus dipakai bergantian dengan istrinya. Oleh karena itu, setelah shalat berjamaah selesai, Tsalabah selalu tergesa-gesa pulang ke rumah karena istrinya membutuhkan sarung itu untuk melaksanakan shalat.

Suatu ketika, Tsalabah memberanikan diri meminta Rasulullah untuk mendoakannya, agar Allah memberinya kecukupan rezeki, tetapi Nabi Saw menasihatinya, bahwa jika ia bersabar dan mensyukuri apa yang dimilikinya, itu jauh lebih baik daripada diberi kekayaan.

Awalnya ia menerima nasihat Nabi Saw itu. Namun, setelah tiba di rumah, rupanya ia merasa tidak tahan dengan kemiskinannya. Hari berikutnya, ia datang lagi kepada Nabi Saw dan menyampaikan permintaan yang sama, dan Nabi Saw pun memberikan jawaban yang sama seperti sebelumnya.

Pada hari ketiga, Tsalabah datang lagi kepada Nabi Saw dan mendesak beliau agar mendoakannya kepada Allah agar diberi kekayaan. Maka Nabi Saw pun akhirnya berdoa, “Ya Allah berilah Tsa’labah kekayaan.” Beliau mengucapkannya tiga kali. Lalu beliau memberikan seekor domba kepadanya. Domba itu dipelihara oleh Tsa’labah dan berkembang-biak, sehingga dalam waktu singkat, domba itu menjadi semakin banyak.

Akibatnya, Tsalabah yang semula selalu shalat fardhu berjamaah bersama Rasulullah Saw, kini menjadi jarang pergi ke masjid karena harus mengurus domba-dombanya. Bahkan akhirnya, ia tidak datang ke masjid sama sekali karena harus menggembalakan domba-dombanya ke tempat yang jauh dari Makkah.

Lebih celaka lagi, ketika datang utusan dari Nabi Saw kepadanya untuk mengambil zakat, ia menolak untuk memberikannya. la merasa bahwa kekayaan yang diperolehnya adalah semata-mata karena kerja keras dan jerih-payahnya. Menurut pandangannya, tidak ada urusan dengan orang lain sehingga mereka tidak berhak mengambil sedikit pun dari kekayaannya.

Berkaitan dengan peristiwa ini, Allah Swt menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya, Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.” Tetapi setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai ke waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.” (Qs at-Taubah ayat 75-77)

Akhirnya, Allah Swt mengambil lagi kekayaannya, sehingga Tsalabah menjadi orang miskin lagi dan hidupnya lebih sengsara daripada keadaan sebelumnya. Rasulullah Saw bersabda,

“Celakalah kamu, wahai Tsalabah, Allah telah menurunkan wahyu Alquran tentang dirimu.” Maka Tsa’labah, sambil menaburkan tanah di kepalanya, menangis dan memanggil-manggil Rasulullah Saw sambil memelas, tetapi beliau tidak menghiraukannya. Ia pun disisihkan dalam kehidupan masyarakat.

Setelah tidak diterima oleh Rasulullah Saw, ia menemui Abu Bakar dan berkata, “Wahai Abu Bakar, engkau tahu posisiku di tengah kaumku dan kedudukanku terhadap Rasulullah Saw, maka terimalah aku.” Tetapi Abu Bakar berpaling darinya dan tidak menerima kehadirannya. Sahabat-sahabat yang lain pun tidak mau menerima kedatangannya.(*/Da)

Loading...