MEMBUKA MITOS TUTUP MATA LEWATI POHON BERINGIN DI ALUN ALUN YOGYA
YOGYAKARTA – Kalau pernah ke Yogya, pasti kamu tahu mitos melewati pohon beringin kembar sambil menutup mata. Konon, siapa yang jalannya lurus maka permohonan terkabul.
Hal itu dikenal dengan nama Laku Masangin. Masangin adalah kegiatan berjalan di antara dua pohon beringin yang berada di tengah Alun-alun Selatan (dikenal juga dengan sebutan Alkid) dengan mata tertutup. Bagi mereka yang berhasil, diyakini keinginannya akan terkabul.
Laku Masangin begitu digemari wisatawan lokal. Hanya sekadar iseng dan coba-coba, tapi ada juga cerita-cerita mistis yang beredar.
Lantas, pihak Keraton Yogya pun angkat bicara.
Penghageng Tepas Dwarapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Jatiningrat, memberikan penjelasan mengenai Laku Masangin itu. Menurutnya, masangin adalah sebuah permainan yang baru muncul dan tidak memiliki makna filosofi.
“Itu kan (masangin) permainan baru saja sekarang, baru ada. Ya memang kalau dipet (ditutupi) gitu matanya, ya pasti saja nggak bisa lurus jalannya (di antara pohon beringin di tengah Alun-alun Selatan), dan itu sudah lumrah kaya begitu,” katanya.
“Kedua, hal semacam itu tidak pernah ada. Itu kan permainan zaman sekarang saja. Apalagi kaitannya dengan menjual jasa dan persewaan kain untuk menutup mata itu, ya to. Itu kan ada (kain penutup mata) yang dijual, ada yang disewakan,” lanjutnya.
Jatiningrat memastikan tidak ada makna sejarah dan filosofi dari Laku Masangin di Alun-alun Selatan. Ia juga memastikan mistik yang menyebutkan bahwa siapa saja yang berhasil berjalan di antara dua pohon beringin di Alun-alun Selatan, keinginannya akan terkabulkan juga tidak benar.
“Ya itu (mistik keinginan seorang akan terkabulkan) akal-akalannya orang-orang yang jualan itu (kain penutup mata), kan tipu-tipu. Itu nggak ada (filosofinya) yang kaya begitu itu. Memang Alun-alun Selatan itu adalah simbol ketenangan jiwa,” terangnya.
Terlepas dari Laku Masangin, jelas Jatiningrat, sebenarnya banyak simbol di Alun-alun Selatan yang mempunyai makna filosofis. Simbol itu seperti keberadaan pohon mangga kuweni dan pakel (bacang). Kuweni di sini berarti keberanian dan pakel menandakan akil balig. Kini keberadaan pohon mangga kuweni dan pakel bisa dijumpai di sekeliling Alun-alun Selatan.
“Jadi yang sudah berani dan akil balig antara dua remaja itu akan bisa, sesudah melalui perkawinan maka hubungan mereka (diperbolehkan),” ungkap Jatiningrat.
Selain pohon mangga kuweni dan pakel, simbol lainnya ialah keberadaan dua pohon beringin di tengah-tengah Alun-alun Selatan. Menurut Jatiningrat, kedua pohon beringin itu menyimbolkan sapit urang (capit udang), yang menunjukkan bagian paling rahasia wanita.
“Dua beringin itu namanya sapit urang. Urang itu kan punya sapit, sapit urang. Kedua beringin itu menunjukkan itu sebetulnya bagian yang paling rahasia dari seorang, seseorang perempuan. Bagian yang paling rahasia, menunjukkan itu sapit urang,” paparnya.
Selanjutnya ada bekas kandang gajah di sebelah barat Alun-alun Selatan. Keberadaan gajah itu, tutur Jatiningrat, juga memiliki makna simbolik, yakni ketenangan. Hal tersebut tergambar dari aktivitas gajah yang gerakannya pelan dan pembawaannya yang tenang.
“Jadi di sana itu kan simbol semua. Simbol-simbol yang hubungannya dengan kelahiran manusia di dunia, gitu lo. Ada hewan yang dipelihara di situ, yaitu gajah. Gajah itu menunjukkan ketenangan dan kesepian, sepi, tenang,” sebutnya.
Jatiningrat menegaskan tidak ada kaitannya dengan makna simbolik dari pohon mangga kuweni, pohon mangga pakel, dua pohon beringin di tengah-tengah Alun-alun Selatan dan bekas kandang gajah di sebelah barat Alun-alun Selatan dengan Laku Masangin yang berkembang sekarang.(*/El)