NUSAIBAH BINTI KA’AB, PERISAI RASULULLAH DI MEDAN PERANG UHUD

visit indonesia
&80 x 90 Image
Spread the love

Nusaibah binti Ka’ab terjun langsung di Perang Uhud dan berusaha melindungi Rasulullah SAW.
Perjuangan syiar Islam pada masa Nabi Muhammad SAW tidak hanya dilakukan Muslimin dari kalangan laki-laki, melainkan juga perempuan. Salah seorang shahabiyah yang terkemuka adalah Nusaibah binti Ka’ab. Gelarnya ialah Ummu Ummara, “Ibunya para pemimpin.”

Wanita mulia ini termasuk dalam rombongan 70 orang Yastrib yang bersumpah setia kepada Rasulullah SAW di Baiat Aqabah II. Pada waktu itu, ia berbaiat bersama dengan suaminya, Zaid bin Ashim, serta dua orang putranya yang bernama Abdullah dan Habib. Selain Nusaibah, di sana terdapat seorang wanita lain yang juga berislam, yaitu Asma binti Amr bin Adiy.

Adik Abdullah bin Ka’ab ini berasal dari Bani Najjar, sebuah suku yang hidup di Madinah al-Munawwarah. Setelah suaminya wafat, Nusaibah kemudian menikah lagi dengan Ghazyah bin Amr. Pasangan ini memiliki dua orang anak, yaitu Tameen dan Khawlah.

Kepahlawanan Nusaibah antara lain masyhur dalam Perang Uhud. Semula, sebagaimana kaum wanita Madinah umumnya, ia turut serta membantu pasukan Muslimin dalam menyediakan keperluan logistik. Ia bertugas membawa air kepada bala tentara Islam. Adapun suami dan kedua anak laki-lakinya terjun langsung ke medan perang.

Pada mulanya, pasukan Muslimin dapat menguasai keadaan. Namun, para pemanah yang ditugaskan Rasulullah SAW untuk bertahan di perbukitan absen dari tugas. Itu menjadi kesempatan bagi pasukan berkuda Quraisy, di bawah pimpinan Khalid bin Walid, untuk mengadakan serangan balik.

Keadaan berubah drastis. Pasukan Islam menjadi terdesak. Banyak pejuang Muslim yang gugur. Nabi Muhammad SAW pun mengalami luka-luka dan bahkan sempat diisukan wafat dalam pertempuran.

Dalam kondisi demikian, Nusaibah langsung mengambil pedang dan perisai untuk terjun langsung ke pertempuran. Tujuannya adalah melindungi Rasulullah SAW. Ia bahkan menjadi tameng untuk melindungi beliau dari hujan anak panah yang dilontarkan musuh. Dampaknya, Muslimah nan pemberani ini mendapatkan beberapa luka pada tubuhnya.

Ketika kuda pasukan Quraisy menyerang, Nusaibah menarik tali kekang kuda dan memutuskan tali pada leher hewan itu agar si penunggang terjatuh. Melihat hal ini, Rasulullah SAW berteriak agar anaknya, Abdullah, membantu ibunya itu untuk berdampingan berperang.

Ibu dan anaknya ini kemudian mengelilingi Nabi SAW. Mereka melemparkan batu pada tentara Quraisy. Rasulullah pun melihat Nusaibah banyak mendapatkan luka. Usai Perang Uhud, diketahui bahwa wanita ini mendapatkan 12 luka sayatan.

Luka terakhirnya didapatkan oleh seorang tentara Quraisy bernama Ibnu Qumiah. Ia mendapat serangan di bahu dan tak sadarkan diri hingga perang usai.

Ketika Rasulullah melihat Nusaibah terluka, beliau bersabda, “Wahai Abdullah (putra Nusaibah), balutlah luka ibumu!” Kemudian, beliau berdoa, “Ya Allah, jadikanlah Nusaibah dan anaknya sebagai sahabatku di dalam surga.”

Ya Allah, jadikanlah Nusaibah dan anaknya sebagai sahabatku di dalam surga.

Ketika terbangun setelah pertempuran, pertanyaan pertama yang diucapkan Nusaibah adalah, “Apakah Rasulullah selamat?” Begitu mengetahui bahwa beliau masih hidup, dirinya langsung tersungkur sujud, bersyukur kepada Allah.

Ummu Umara terkenal dengan keberaniannnya di medan perang. Dia adalah seorang istri yang setia dan ibu yang penuh kasih. Nusaibah memiliki kesabaran yang luar biasa dan sangat terpelajar, terutama dalam menghafal Alquran dan hadis-hadis Nabi SAW.

Perang-perang lain yang diikuti olehnya selain Uhud adalah Hunain, Yamamah, dan Khaibar. Dalam berbagai pertempuran itu, Nusaibah tidak hanya membantu urusan logistik dan merawat orang-orang yang terluka, tetapi juga memanggul senjata untuk melawan musuh.

Setelah Rasulullah SAW wafat, sebagian orang—khususnya yang bertempat jauh dari Madinah—memilih enggan berzakat dan bahkan murtad sama sekali. Selaku khalifah, Abu Bakar ash-Shiddiq mengambil tindakan tegas. Mertua Nabi SAW itu segera membentuk pasukan untuk memerangi mereka.

Kepada si pemimpin murtadin, Musailamah al-Kadzdzab, Abu Bakar mengutus Habib, seorang putra Nusaibah. Bukannya bertobat, Musailamah justru bersikap pongah. Bahkan, Habib disiksanya dengan amat keji hingga syahid.

Sebelum wafat, kaki dan tangan Habib dipotong oleh para pengikut Musailamah—yang juga mengaku-aku sebagai nabi sesudah Rasulullah SAW. Cara meninggalnya Habib itu menimbulkan luka dalam hati Nusaibah. Dalam Perang Yamamah, Nusaibah dan seorang putranya, Abdullah, ikut memerangi nabi palsu itu.

Beberapa tahun setelah Perang Yamamah, Nusaibah meninggal dunia. Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada Nusaibah binti Ka’ab Al-Anshariyah dengan curahan rahmat-Nya yang luas, menyambutnya dengan keridhaan, serta memuliakan kedudukannya.(*/Fa)

Loading...
https://www.orbitmetro.com/